BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan
kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara
berkelanjutan, berlandaskan kemampuan
nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
perkembangan global, yang pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan
nilai luhur yang universal. Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat,
mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh kekuatan moral dan etikanya.
Maka seluruh sector kehidupan bangsa, termasuk sektor pendidiknan perlu
ditingkatkan pelaksanaannya dalam mencapai tuijuan pembangunan nasional.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Nasional dalam Undang-undang RI. No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab II pasal 3 dikemukakan bahwa: pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Undang
– undang No.20 Tahun 2003: 2).
Katidakmampuan sector pendidikan dalam mencapai sasaran
pembangunan di masa lampau (orse baru), terkait karena rendahnya sumber daya
manusia di lingkungan poendidikan, rendahnya kinerja guru, kurang diberdayakan
lembaga pendidikan, rendahnya partisipasi masyarakat, khusunya orang tua
peserta didik, dan rendahnya kualitas sarana. Salah satu upaya untuk mendorong
sector pendidikan adalah meningkatkan kinerja guru melalui manajemen pendidikan
sebagai bagian dari upaya peningkatan kinerja guru.
Kinerja guru yang dimaksudkan adalah hasil kinerja yang
dapat dicapai oleh guru di sekolah sesuai dengan wewenang dan tanggung – jawab
masing – masing dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pendidikan. Peningkatan
kinerja guru terutama ditujukan kepada peningkatan pengetahuan secara
professional di bidangnya atau pada tugas yang dipercayakan kepadanya seiring
dengan peningkatan kualitas emosional yang diperlukan dan dimiliki dalam
menjalankan tugasnya sehari – hari, sehingga dapat menghasilkan kerja yang
produktif.
Diperlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
cukup dalam melaksanakan fungsi manajemen pendidikan, khususnya fungsi
pengawasan yang meliputi pengamatan pengelolaan proses belajar mengajar secara
menyeluruh, sehingga tercapai hasil sesuai dengan program kerja yang telah
ditetapkan/disetujui.
Selain ini kepala sekolah, hendaknya mempunyai kemampuan
melakukan pengawasan dan pembinaan serta penilaian untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dan melakukan tindakan perbaikan terhadap kesalahan atau
penyimpangan yang terjadi dan mencari solusi pemecahan masalah agar tercipta
saling pengertian di antara sesame anggota.
Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik
membahas masalah “Persepsi Guru Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SDN 28 Kota Bima Tahun
Pelajaran 2008 – 2009”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka, yang
menjadi rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
Persepsi Guru Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SDN 28 Kota Bima Tahun Pelajaran 2008 –
2009.
2.1 Kajian Tentang Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Pada dasarnya bahwa persepsi adalah tanggap dan sikap seseorang terhadap
obyek yang dinilainya. Sikap itu sebenarnya pandangan subyektifitas apabila
dinilai dari perorangan tetapi akan menjadi obyektifitas apabila ada sejumlah
orang yang menilainya. Begitu juga sebaliknya persoalan fungsi kepengawasan.
“Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau
hubungan serta perbedaan beberapa hal melalui proses mengamati, mengetahui dan
mengartikan setelah Panca Inderanya mendapat rangsang. Dan ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi lapangan persepsi seseorang yaitu kebutuhan,
nilai-nilai atau keyakinan-keyakinan dan konsep dari” (H.A.R Tilaar, 2002: 621)
Yang
dimaksud dengan persepsi atau tanggapan adalah “proses mental yang terjadi pada
diri manusia yuang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar,
merasakan, memberi, dan meraba (kerja indera) di sekitar kita” (H.A.R Tilaar,
2002: 622).
William
James dalam Tri Rusmi Widayatun
mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data
yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.
Dikatakan
selanjutnya persepsi dihayati melalui ilusi atau mispersepsi, atau trick atau
tipuan dan juga bukan salah tanggapan. Ilusi itu sebenarnya pengalaman aktual
berupa data masukan yang tidak diterjemahkan sebagaimana adanya dan ada
tambahan berupa pengolahan otak dari hasil-hasil pengalaman yang lalu.
Pertama
terjadinya persepsi adalah “karena adanya proyek atau stimulus yang merangsang
untuk ditangkap oleh panca indera (obyek tersebut menjadi perhatian panca
indera) kemudian stimulus atau obyek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak
terjadi adanya “kesan” atau jawaban (response) adanya stimulus berupa kesan
atau response dibalikkan ke indera kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi
atau hasil kerja indera berupa pegalaman hasil pengolahan otak. (H.A.R Tilaar,
2002: 622).
Proses
terjadinya persepsi ini perlu adanya fenomena, dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah “perhatian”
atau “attention” pengertian perhatian itu sendiri adalah suatu konsep yang
diberikan pada proses persepsi yang
menyeleksi input-input tertentu untuk diikutsertakan dalam suatu pengalaman
yang kita sadari atau kenal dalam suatu waktu tertentu. Perhatian
sendiri mempunyai ciri khusus yaitu terfokus dan margin serta berubah-ubah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu pertama dari
diri orang yang bersangkutan itu sendiri, hal ini yang dipengaruhi oleh
karakteristik idividual seperti sikap pendidikan, motif, kepentingan, minat,
pengalaman, dan harapannya. Kedua sasaran
persepsi tersebut dan yang ketiga adalah situasi. Ketiga faktor itulah
yang menyebabkan mengapa dua faktor yang melihat sesuatu yang sama mungkin
memberikan interpretasi yang berbeda.
Ada beberapa item yang menjadi point
penting tentang persepsi adalah sebagai berikut :
a. Persepsi itu dalam stabilitas berbeda dalam ukuran, kecemerlangan warna,
stabilitas gerak.
b. Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya.
c. Setiap manusia/individu dalam persepsi
selalu berbeda.
d. Ada 4 hal yang sangat berpengaruh terhadap
persepsi yaitu :
-
Persepsi dalam belajar yang berbeda
-
Kesiapan mental (SET)
-
Kebutuhan dan motivasi (Need and Motivasi)
-
Persepsi
gaya berfikir yang berbeda (Cognitive style).
e. Persepsi atau tanggapan di dalam bentuk
data aktualnya disebut informasi.
f.
Hukum-hukum persepsi
-
Prinsip kedekatan
-
Prinsip kesamaan
-
Prinsip sendiri atau tertutup
-
Prinsip kontinu
-
Hukum gerakan bersama (H.A.R Tilaar, 2002: 626)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa teori
persepsi adalah persepsi itu dalam stabilitas
berbeda dalam ukuran, kecemerlangan warna, stabilitas gerak, persepsi
bisa terjadi dengan sendirinya, setiap manusia/individu dalam persepsi selalu
berbeda yang meliputi persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental
(SET), kebutuhan dan motivasi (Need and Motivasi), persepsi gaya
berfikir yang berbeda (Cognitive style),
dan persepsi atau tanggapan di dalam bentuk data aktualnya disebut informas,
dengan prinsip persepsi adalah prinsip kedekatan, prinsip kesamaan, prinsip sendiri atau tertutup, dan prinsip kontinu serta hukum gerakan bersama.
Lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk Persepsi.
a.
Persepsi
bentuk à yang dipersepsi bentuk obyek
b.
Persepsi kedalaman
Ada
Mono dan Bi atau disebut dengan Monocular Cues dan Binocular Cues.
c.
Persepsi gerak
Persepsi
geraka ini terediri dari gerak nyata dan geraka maya
d.
Persepsi terhadap diri sendiri (instropeksi) dan
persepsi terhadap orang lain (ekstropeksi).
e. Persepsi dengan berbagai jenis yang
berhubungan dengan sensoris dan motoris.
-
Persepsi auditif atau suara
-
Persepsi vision atau penglihatan
-
Persepsi bau atau
penciuman
-
Persepsi motoris atau gerak
-
Persepsi pengcap atau lidah atau rasa
-
Persepsi peraba atau kulit
f.
Persepsi yang dilihat dari konstansinya
-
Persepsi warna
-
Persepsi bentuk
-
Persepsi besar atau kecil (Persepsi ukuran)
-
Persepsi tempat
-
Persepsi jauh atau dekat obyek (H.A.R Tilaar, 2002:
626)
Berdasarkan
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk persepsi adalah dipersepsi bentuk obyek, Persepsi kedalaman,
persepsi gerak, persepsi terhadap diri sendiri (instropeksi) dan persepsi
terhadap orang lain (ekstropeksi),
persepsi dengan berbagai jenis yang berhubungan dengan sensoris dan
motoris, dan persepsi yang dilihat dari
konstansinya.
Terdapat berbagai pengertian atau definisi mengenai
persepsi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Rakhmat (2000), persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah
memberikan makna pada stimuli inderawi atau sensori stimuli.
Persepsi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh
penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
responnya. Stimulus dilanjutkan ke susunan saraf otak dan terjadilah proses
kognitif sehingga individu mengalami persepsi (Walgito, 1997).
Persepsi adalah suatu proses dimana individu memberikan
arti pada lingkungan yang melibatkan pengorganisasian dan interpretasi berbagai
stimulus kedalam pengalaman psikologis (Gibson, 1998). Persepsi menurut Mar’at
(1990) digambarkan sebagai suatu tanggapan seseorang yang berasal dari komponen
kognisi dan dipengaruhi pengalaman, proses belajar, wawasan dan pengetahuan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah suatu proses penangkapan stimulus yang kemudian disimpulkan
menjadi suatu yang bermakna dan berarti melalui proses seleksi, organisasi dan
interpretasi. Persepsi membantu individu dalam memilih perilaku individu
tersebut. Persepsi juga merupakan suatu proses kognisi yang melibatkan
cara-cara dimana individu memproses informasi yang didapatnya, dengan proses
kognisi tersebut timbul perbedaan dan keunikan masing-masing individu yang
mempersepsikan.
2.1.2 Syarat untuk Mengadakan Persepsi
Menurut Walgito (1997) individu yang mengadakan persepsi
harus memenuhi syarat, diantaranya adalah :
1.
Adanya objek yang dipersepsi
Objek
menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat
datang dari luar mengenai indera atau reseptor dan dapat datang dari dalam
langsung mengenai saraf penerima (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor.
2.
Alat indera atau reseptor
Alat
indera atau reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus. Saraf sensoris
merupakan alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat
susunan saraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan diperlukan saraf motorik
sebagai responnya.
3.
Perhatian
Untuk
menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yang
merupakan langkah awal sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi.
2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi
Untuk
dapat memahami persepsi secara lebih jelas, perlu kita ketahui bagaimana proses
persepsi itu berlangsung dalam diri manusia, seperti diutarakan oleh Gibson
yang diterjemahkan oleh Wahid (1998) sebagai berikut :
Proses persepsi
meliputi 3 tahapan, yaitu :
1.
Kenyataan dalam kehidupan individu (sebagai stimulus).
Misalnya informasi yang diterima baik dari sekolah maupun dari luar sekolah.
2.
Pengolahan persepsi : stimulus tersebut diolah,
diorganisasikan dan ditafsirkan dengan perangkat-perangkat yang ada. Terdapat
tiga bagian dalam tahap pengolahan ini yaitu :
a.
Pengamatan stimulus : tahap ini disebut juga sensasi,
yang melibatkan panca indera sebagai pintu-pintu masuk stimulus kedalam psikis
manusia. Jadi sensasi merupakan bagian dari persepsi.
b.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap stimuli yang diterimanya. Menurut Krech dan Field (1977)
yang dikutip oleh Rakhmat (2000), persepsi ditentukan oleh faktor perhatian,
fungsional, dan struktural.
c.
Bagian terakhir dari tahap pengolahan ini adalah
evaluasi dan penafsiran kenyataan. Dalam hal ini kenyataan-kenyataan (sebagai
stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme psikis yang rumit dan tak
selalu bisa dijelaskan.
3.
Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan
sikap yang terbentuk. Dua bentuk hasil tersebut bisa bersifat favourable atau
unfavourable.
Selanjutnya dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik terhadap stimuli, pengamatan stimuli, dan faktor-faktor berpengaruh, sehingga mungkin terjadi pembahasan yang bersifat korektif atau mengkukuhkan persepsi awal.
Selanjutnya dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik terhadap stimuli, pengamatan stimuli, dan faktor-faktor berpengaruh, sehingga mungkin terjadi pembahasan yang bersifat korektif atau mengkukuhkan persepsi awal.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Persepsi
Krech
dan Field (1977) yang dikutip oleh Rakhmat (2000) menyebutkan bahwa faktor yang
menentukan persepsi adalah perhatian, faktor fungsional, dan struktural :
1. Faktor Perhatian
Perhatian
adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita
mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan
masukan-masukan melalui alat indera yang lain.
Unsur
perhatian seseorang terhadap suatu rangkaian stimulus dapat datang dari
eksternal maupun internal. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi unsur
perhatian adalah sebagai berikut :
a.
Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara
visual tertarik dengan objek-objek yang bergerak.
b.
Intensitas stimulus. Kita akan memperhatikan stimulus
yang lebih menonjol dari stimulus yang bergerak.
c.
Kebaruan. Hal-hal yang baru yang berbeda akan menarik
perhatian.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi perhatian adalah sebagai berikut:
Adapun faktor internal yang mempengaruhi perhatian adalah sebagai berikut:
·
Faktor biologis, misalnya jika kita dalam
keadaan kelaparan maka seluruh pikiran kita akan didominasi oleh makanan.
·
Faktor psikososial terdiri dari set (harapan
seseorang tentang rangsangan yang akan timbul misalnya seorang perawat membawa
tensi ke arah pasien maka pasien akan mempersiapkan dirinya untuk diukur
tekanan darahnya) dan kebutuhan (kebutuhan sesaat atau menetap pada seseorang
akan mempengaruhi persepsi).
2. Faktor fungsional
yang menentukan persepsi
Faktor
fungsional berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang
termasuk dengan apa yang kita sebut faktor personal. Faktor-faktor personal
tersebut adalah pengalaman sendiri, motivasi dan kepribadian.
Persepsi
bersifat selektif secara fungsional, artinya bahwa objek-objek yang mendapat
tekanan dalam persepsi kita biasanya objek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan persepsi. Mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan
mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi.
Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi berbeda. Yang menentukan bukan jenis
atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada
stimuli itu.
3.
Faktor Struktural
Faktor
struktural berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang
ditimbulkan pada sistem saraf individu. Para
psikologi Gestalt merumuskan prinsip persepsi yang bersifat struktural yang
mengatakan bahwa kita mempersepsikan sesuatu sebagai suatu keseluruhan, kita
tidak melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.
2.2. Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah
Pengawasan (controlling)
itu dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan,
ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan
wewenang yang telah ditentukan. Jadi hakekat pengawasan bukan mencari kesalahan
terhadap orangnya, tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan
pekerjaan.
Dengan demikian pengawasan bertujuan agar hasil
pelaksanaan diperoleh secara berdaya guna (efesien) dan berhasil guna
(efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan atau disusun sebelumnya.
Menurut Farland dalam Suwarno. Pengawasan ialah:
Suatu proses
dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakuan olerh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau
kebijaksanaan yang telah ditentukan (Suwano Handayaningrat 1986: 143)
Sedangkan pendapat Menulang, bahwa :
Controlling
atau pengawasan, sering juga disebut sebagai pengendalian adalah salah satu
fungsi majemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang dilkukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan
maksud tercapai tujuan yang sudash digariska semula. Dalam melaksanakan
kegiatan pengawasan, atasan mengadakan pemeriksaan, mencocokkan, serta
mengusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan serta tujuan yang ingin dicapai (Manullang, M. 1992: 20).
Dengan demikian pengawasan adalah merupakan proses
kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan, tugas-tugas
organisasi akan dan telah terlaksana, instruksi, rencana dan ketentuan yang
telah ditetapkan dan pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan dan
menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Kebijaksanaan sesuai dengan yang digariskan dan perintah yang
diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana.
Salah satu fungsi kepala sekolah adalah pengawasan
yang meliputi kegiatan mengarahkan, memerintahkan, dan membimbing serta
menilik, mempertimbangkan dan menilai proses kegiatan pendidikan yang
berlangsung di sekolahnya sebagai tanggung jawabnya.
Didalam fungsi pengawasan tersebut terutama dimaksud
untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksana program dan apabila terjadi
penyimpangan maka, akan lebih mudah mengarahkan kembali kepada sasaran yang
akan dicapai.
Menurut lawalata, fungsi pengawasan meliputi
penmgamatan proses pengelolaan secara menyeluruh, sehingga tercapai hasil
sesuai dengan program yang meliputi :
1)
Mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari
program kerja yang telah ditetapkan, dan diluruskan kembali
penyimpangan-penyimpangan tersebut
2)
Membimbing dalam rangka kemampuan kerja.
3)
Memperoleh umpan balik tentang hasil pelaksanaan
program kerja .
4)
Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung.
5)
Pelaksanaan pengaswasan hendaknya efisien untuk
menjamin terecapainya relevansi dan efektifits kerja (Lawata, P.M, 1990: 16)
Pengawasan
mencakup pembinaan yang biasanya digunakan bagi suatu objek yang dianggap masih
dlam proses perubahan dan pertumbuhan sehingga perlu pembinaan agar pada
gilirannya mampu berkembang sebagaimana diharapkan, sehingga pembinaan
pendidikan dimaksudkan sebagai suatu usaha yang mengembangkan pribadi manusia /
peserta didik dengan bimbingan secara sadar dan bertanggung jawab.
Fungsi pengawasan bukanlah suatu tugas atau pekerjaan
yang dijalankan untuk mencari-cari kesalahan dari orang lain tapi bertujuan
untuk mendidik, membina dan mengarahkan. Dengan perkataan lain tugas pengawasan
ialah mengkoordinir, menjuruskan sikap, sifat, serta motif dan tingkah laku
dari para pelaksana kearah pencapaian tujuan organisasi.
Jadi didalam pengawasan nampak unsur-unsur pendidikan
dan pengjaran yang positif. Tidak mustahil jika seorang pengawas atau pimpinan
administrative berfungsi atau memiliki kemampuan mengajar ataua mendidik
sebagai dasar utama dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya.
Menurut Halsey dalam Rahman Kotta, bahwa :
Yang dimaksud
mengajar sebagai unsure pengawasan ialah memindahkan atau mengalihkan
pengetahuan atau pengalaman yant diketahui oleh seseorang pengawas atau
pimpinan kepada yang diawasi, dibina atau kepada para bawahan (pelaksana).
Disini mengandung arti bahwa tiap pengawas harus mampu dan membina dirinya agar
mampu dalam hal mengajar/mendidik, agar seluruh motif dan kemampuan dari
pelaksana dapat diarahkan relativ semuanya kepada pencapaian tujuan organisasi
secara efisien dan efektif mungkin (Rahman Kotta, 1977: 8)
Titik pusat perhatian pengawasan disini ialah
bagaimana memilih orang yang tepat untuk tiap pekerjaan, agar dapat menimbulkan
minat terhadap pekerjaannya, mengajarkan bagaimana ia harus melakukan
pekerjaanya, mengukur dan melihat hasil perkejaannya, mengadakan
koreksi-koreksi bila mana diperlukan. Selain dari itu memuji bila patut dipuji,
menyelaraskan tiap pekerjaan dengan temannya dalam lingkungan pekerjaanya.
Kesemuanya itu harus dilakukan dengan adil, sabar, teliti serta bersemangat
pengabdian kepada sesame dalam lingkungan kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan, hendaknya senantiasa
melakukan pengawasan yang dilandasi pembinaan, mendidik, dan mengarahkan,
mengkoordinir, menjuruskan sikap, sifat serta motif dan tingkah laku dari
para guru/pelaksana program pengajaran
kearah pencapaian tujuan pengajaran yang diinginkan.
Pengawasan yang terbaik berarti berupaya untuk
menghindari terjadinya penyimpangan dan melakukan tindakan perbaikan atau
penyimpangan yang terjadi disekolahnya, dan mencari solusi pemecahan masalah
agar tercipta saling pengertian diantara sesama anggota. Kondisi yang harus
diperhatikan agar pengawasan dapat berfungsi secara alternativ adalah
pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan dan kriteria-kriteria yang
dipergunakan dalam system pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi,
dan produktifitas.
Kepala sekolah harus memperhatikan kondisi yang baik
agar pengawasan dapat berfungsi secara efektif, yaitu pengawasan yang dikaitkan
dengan tujuan dan kriteria-kriteria yang dipergunakan dalam system pendidikan,
yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Pengawasan juga
harus disesuaikan dengan sifat organisasi sekolah dan mengacu kepada perbaikan
dan prosedur pemecahan masalah.
Di dalam administrasi pendidikan, pengawasan dapat
dibedakan antara pengawasan langsung dengan pengawasan tidak langsung.
Pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi dan supervise, yang bekerja sama
berhadap-hadapan antara pengawas
pendidikan dan para guru. Pengawasan tak langsung bekerja melalui peraturan,
kebijaksanaan- kebijaksanaan, instruksi- instruksi, kurikulum-kurikulum, ujian,
daftar pelajaran dan laporan-laporan. Dalam pada itu juga diketahui adanya
pengawasan yang informal, yakni melalui kekuatan-kekuatan social seperti
tradisi, kebiasaan, ukuran moral, dan etika jabatan.
Dalam adminstrasi sekolah, pengawasan yang merupakan
tanggung jawab kepala sekolah. Oleh karena itu sangat bermanfaat untuk
menempatkan fungsi pengawasan sebagai kekuatan kepala sekolah. Sekolah
memperingatkan para guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Sebagai kepala sekolah hendaknya senantiasa melakukan
pengawasan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan melakukan tindakan
perbaikan atau penyimpangan yang terjadi disekolahnya, dan mencari solusi
pemecahan masalah agar tercipta saling pengertian dikalangan para guru.
Menurut Yusak Burhanuddin, bahwa :
Dalam
organisasi pendidikan sekolah, pengawasan ditujukan untuk memberi bimbingan dan
pengarahan, pemeriksaan, dan penilaian. Pengawasan ini dipegang oleh kepala
sekolah. Ia harus memberikan bimbingan dan arahan serta mengawasi sejauhmana
para guru menjalankan tugasnya dalan usaha mengembangkan potensi siswa (Yusak
Burhanuddin, 1998: 62).
Pendapat tersebut diatas menjelaskan bahwa yang
penting mendapatpengawasan dari kepala sekolah adalah mengawasi sejauhmana para
guru menjalankan tugasnya dalan usaha mengembangkan potensi siswa, disamping
pemberian bimbingan dan pengarahan, pemeriksaan, dan penilaian yang
dilaksanakan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Bila kepala sekolah menemukan
penyimpangan-penyimpangan, baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa,
maka kepala sekolah berusaha mencari cara untuk pemecahannya. Bila
permasalahannya sangat kompleks maka harus melibatkan guru-guru atau instansi
atasannya, seperti Dinas Pendidikan,, dana menampung pendapat mereka sehingga
menemukan pemecahan yang terbaik. Hal-hal yang penting bagi kepala sekolah
dalam melaksanakan pengawasan, adalah tidak mencari kesalahan-kesalahan
dikalangan guru yang bekerja selaku tenaga edukatif, ataupun memberikan hukuman
kepada mereka yang telah melakukan penyimpangan, melainkan untuk mengadakan
perbaikan dalam usaha menyelesaikan semua permasalahan yang ada demi
kepentingan tujuan organisasi. Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan
fungsi pengawasan terlihat pada sejauhmana pelaksanaan program pengajaran dapat
mencapai sasaran yang diharapkan, dan bagaimana hasil yang dicapai itu menjadi
umpan balik dalam pelaksanaan program pengajaran beriktunya.
Kepala sekolah sebagai penanggungjawab pelaksanaan
fungsi manajemen pendidikan, khususnya fungsi pengawasan mempunyai peranan
penting dalam meningkatkan kinerja guru. Fungsi pengawasan dalam manajemen
meliputi pengamatan proses pengelolaan secara menyeluruh, sehingga tercapai
hasil sesuai dengan program kerja.
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Pembelajaran
Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan,
sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan
program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang keberhasilan
yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui, disebabkan oleh berbagai
faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi
kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya.
Dalam pembelajaran terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas pembelajaran diantaranya yaitu :
1.
Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang
akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses
belajar mengajar berpangkal tola dari jelas tidaknya perumusan tujuan
pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi
kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru
mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan
lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika belajar anak didik dan kegiatan
mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gagal untuk
dicapai.
2.
Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam
mplementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru bagaimanapun bagus dan
idealnya suatu strategi tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan
implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru
dalam menggunakan metode, tekhnik dan taktik pembelajaran.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang
sangat penting. Guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa
tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Dengan demikian efektivitas proses
pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Guru sangat
menentukan bagi keberhasilan anak mengingat guru adalah pengajar, pembimbing
dan penuntun anak.
Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat
mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru diantaranya:
a.
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin
serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka.
Yang termasuk aspek tersebut adalah tempat kelahiran guru termasuk suku, latar
belakang budaya dan ada istiadat, keadaan kelularga dari mana guru itu berasal.
b.
Teacher trining experience, meliputi
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang
pendidikan guru misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan,
pengalaman jabatan.
c.
Teacher properties, adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru misalnya sikap guru terhadap siswa,
kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan dalam penguasaan materi
pelajar.
3.
Anak Didik (siswa)
Menurut Dunkin, faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi :
a.
Latar belakang siswa (pupil formative experience)
meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari
keluarga bagaimana siswa berasal dll. Kepribadian mereka bermacam-macam ada
yang pendiam, ada yang periang, ada yang suda bicara, ada yang kreatif, keras
kepala, manja dan sebagainya.
b.
Sifat yang dimiliki siswa (pupil properties) meliputi
kemampuan, pengetahuan dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa
memiliki kemampuan atau tingkat kecerdasan yang bervariasi. Perbedaan-perbedaan
semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau
pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya
belajar. Karena itu perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual dan
psikologis tersebut dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak didik atau siswa adalah organisme yang unik yang
berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah
perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi jarak dan irama
perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama,
disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
4.
Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara
langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran,
alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain-lain. Sedangkan prasarana
adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan
proses pembelajaran misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar
kecil dan lain-lain. Kelengkapan saran dan prasarana akan membantu guru dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana
merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Terdapat beberapa keuntugan bagi sekolah yang memiliki
kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana
dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat
dari dua dimensi yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai
proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika
mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana
pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif
dan efisien, sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur
lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan
dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Kedua,
kelengkapan saran dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa
untuk belajar.
Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang
berbeda. Siswa yang auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengar,
sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan.
5.
Kegiatan Pembelajaran
Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya
interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru
yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan
lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru
ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang
menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didi sebagai
makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang
menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk
sosial, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula.
Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar
mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan
kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pembelajaran yang dihasilkan dari
penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil pembelajaran yang dihasilkan
dari penggunaan metode tanya jawab atau metode diskusi.
6.
Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang
dapat mempengaruhi proses pembelajaran yaitu:
a. Faktor organisasi kelas, yang
di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang
bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan
kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar
dalam satu kelas berkecenderungan:
1.
Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan
jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempint.
2.
Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan
menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya dalam penggunaan waktu
diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula,
sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.
3.
Kepuasan belajar setiap siswa akan kecenderungan
menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan
mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain
perhatian guru akan semakin terpecah.
4.
Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak,
sehingga akan sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung
akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
5.
Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan
akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju
mempelajari materi pelajaran baru.
6.
Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan
akan semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan kelompok.
7.
Faktor iklim sosial – psikologis maksudnya,
keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal dan eksternal.
Iklim sosial – psikologis secara internal adalah
hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah misalnya iklim
sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan
guru bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.
Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara
internal, yang ditunjukkan oleh kerjasama antar guru, salaing menghargai dan
saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejut dan tenang
sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala
hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan
ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar.
Iklim sosial – psikologis eksternal adalah keharmonisan
hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah
dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat dan
sebagainya.
Iklim sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar
ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat orang tua, praktik
pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga (letak rumah)
semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan
hasil yang dicapai oleh siswa.
7.
Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam
kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan.
Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk
dikonsumsi oleh anak didi. Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku
paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah
diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai
bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuat dengan
perencanaan yang sistematis dan dengan menggunakan alat evaluasi. Alat-alat
evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true – false) dan
pilihan ganda (multiple choise) tapi juga menjodohkan (matching), melengkapi
(completion) dan essay.
Masing-masing alat evaluasi mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan. Benar – salah ( B – S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes
objetif. Maksdunya, objektive dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif
dalam jawaban yang dilakukan oleh anak-anak didik. Karena sifat alat ini
mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada
alternatif lain diluar dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat
menjawabnya, cenderung melakukan tindakan spekulasi pengambilan sikap
untung-untungan ketimbang tidak bisa.
Alat test dalam bentuk essaya dapat mengurangi sikap dan
tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab test ini hanya dapat dijawab bila
anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak,
kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar.
Kelemahan alat test ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan
pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak
didik pada waktu ulangan. Essay memang alat test yang tidak objektif, karena
dalam penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera
guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati
segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaanpun dilakukan.
Berbagai permasalahan yang telah dikemukaan tersebut
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data
dari hasil evaluasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar.
Bila alat tes itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya
untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.
8.
Suasana Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam
kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing dan tingkatan
masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas
akan mempengaruhi suasa kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang
dilaksanakan. Sistem silang adalah tekhnik lain dari kegiatan mengelompokkan
anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data
hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk
berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang
ditugaskan untuk mengawasinyak. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga
seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak gerik yang dilakukan oleh anak
didik.
Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang
pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama diantara
anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak
didik selama ulangan. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang sengaja
menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan
anak didik dalam menjawab item-item soal. Dengan dalih, karena koreksinya
sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.
Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau
tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar
di rumah dalam mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa
diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka
berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang enak
dipandang mata. Dimanakah penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar
selama ini.
Dampak dikemudian hari dari sikap pengawas yang
demikian, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan
kurang memperhatikan penjelasan ketika belajar mengajar berlangsung. Hal inilah
yang seharusnya tidak boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang
merugikan terhadap kualitas pembelajaran.
4.1. Deskripsi Data.
4.1.1 Persepsi Guru Tentang
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah SDN 28 Kota Bima Tahun 2008 - 2009
Data yang disajikan adalah hasil
penelitian yang dilaksanakan pada SDN 28 Kota Bima sebanyak 54 guru yang
membahas pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekoah.
Hasil penelitian tersebut diwujudkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase yang disusun berdasarkan
urutan indicator penelitian, yaitu pengawasan penyusunan program pengajaran,
pengawasan pelaksanaan program pengajaran, dan pengawasan hasil pelaksanaan
pengajaran dalam upaya peningkatan mutu sekolah, guru dan murid. Kemudian untuk
mengetahui hasil akhir penelitian, penulis mengemukakan skor hasil pendapat
responden, unruk mengetahui sejauhmana kepala sekolah melaksanakan fungsi
pengawasan tersebut diatas.
Berdasarkan data yang telah
diperoleh melalui angket yang telah disebarkan kepada responden kemudian
ditabulasi sebagaimana yang telah dilampirkan pada skripsi ini maka dapat
disajikan sebagai berikut :
Pengawasan Perencanaan Penyususnan Program
Salah satu indicator di dalam penelitian ini yang
dianggap penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasann kepala sekolah,
yaitu pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran.
Untuk mengukur indicator tersebut digunakan deskripsi
yang terdiri dari program pengajaran, program pengembangan kurikulum, program
pengembangan bahan ajar, metode belajar mengajar, dan program persiapan
mengajar.
Berdasarkan olahan data pada tabel lampiran 3, maka
dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tabel 4.
Fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program
pengajaran Tahun 2007
Pilihan
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
A
B
C
|
Selalu
Kadang
– kadang
Belum
pernah
|
18
31
5
|
33,33
57,41
9,62
|
N=54
|
54
|
100
|
Berdasarkan tabel di atas menunjukan 33,33% pendapat
responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melaksanakan fungsi pengawasan
perencanaan penyusunan program pengajaran setiap tahun ajaran. Namun demikian
terdapat 57,41% pendapat responden menyatakan kepala sekolah kadang – kdanag
mengawasi penyusunan perencanaan program pengajaran yang di susun oleh guru
sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pengajaran. Bahkan terdapat 9,26% pendapat
responden menyatakan bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan
penysusnan program pengajaran di sekolahnya.
Indicator tersebut terdiri dari 10 item sehingga nilai
tertinggi adalah 30 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat responden
tentang pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran yang dilaksanakan
pada SDN 28 Kota Bima. Data hasil angket pada tabel lampiran 2 digunakan untuk
memperoleh gambaran bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan perencanaan
penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.
Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan
perencanaan penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima
Tahun 2008/2009
Inerval
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
24
– 30
17
– 23
10
– 16
|
Sangat
Baik
Baik
Kurang
Baik
|
24
25
5
|
44,44
46,30
9,26
|
N=54
|
54
|
100
|
Sember: Angket yang telah diolah
Berdasarkan tabel hasil penelitian pada lampiran 2
diperoleh rata – rata pendapat responden tentang pengawasan perencanaan
penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :
Diketahui :
∑x = 1201
N = 54
Penyelesaian :
∑x
X =
N
1201
X =
= 22,24
54
Sesuai dengan
nilai skor rata – rata diatas menunjukkan angka pada 22,24, dimana nilai rata –
rata tersebut berada pada interval 17 – 23, dengan nilai ‘baik’ maka dapat
dinyatakan bahwa pada umumnya kepala SDN 28 Kota Bima adalah melaksanakan
dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program
pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
4.1.1.1 Pengawasan Pelaksanaan Penyususnan Program
Indikator lain di dalam penelitian ini yang dianggap
penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah yaitu
pengawasan pelaksanaan perencanaan program pengajaran.
Untuk mengukur inidikator tersebut digunakan deksriptor yang terdiri dari : kegiatan
belajar, bimbingan belajar murid, mengembangkan belajar efektif, kegiatan
ekstrakurikuler, dan pengelolaan kelas. Berdasarkan data hasil angket pada
lampiran 4, maka dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel
6.
Fungsi
pengawasan Pelaksanaan Program Pengajaran Tahun 2007
Pilihan
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
A
B
C
|
Selalu
Kadang
– kadang
Belum
pernah
|
20
21
13
|
37,04
38,89
24,07
|
N=54
|
54
|
100
|
Sumber: Angket yang telah diolah
Memperhatikan tabel di atas menunjukkan 37,04% pendapat
responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melaksanakan fungsi pengawasan
pelaksanaan program pengajaran setiap tahun ajaran. Namun demikian terdapat
38,89% pendapat responden menyatakan kepala sekolah kadang – kadang mengawasi
pelaksanaan program pengajaran yang dilaksanakan guru sebagai tenaga edukatif
dalam kegiatan pengajaran. Bahkan terdapat 24,07% pendapat responden menyatakan
bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan kepada guru dalam
melaksanakan program pengajaran di sekolahnya.
Indikator ini terdiri dari 10 item sehingga nilai
tertinggi adalah 30 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat responden
tentang pengawasan pelaksanaan program pengajaran yang dilaksanakan pada SDN 28
Kota Bima. Berdasarkan data hasil angket pada lampiran 2 yang dapat digunakan
untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan
pelaksanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7.
Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan
pelaksanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima Tahun 2008/2009
Inerval
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
24
– 30
17
– 23
10
– 16
|
Sangat
Baik
Baik
Kurang
Baik
|
13
27
4
|
24,07
68,52
7,41
|
N=54
|
54
|
100
|
Mengenai tabel skor rata – rata berdasarkan tabel hasil
penelitian pada lampiran 2 diperoleh rata – rata pendapat responden tentang
pengawasan penyusunan perencanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima
sebagai berikut :
Diketahui :
∑x = 1143
N = 54
Penyelesaian :
∑x
X =
N
1143
X =
= 21,17
54
Sesuai dengan nilai skor rata – rata pada tabel tersebut
di atas menunjukkan angka pada 21,17, di mana nilai rata – rata tersebut berada
pada interval 17 – 23, dengan nilai ‘baik’ dapat dinyatakan bahwa pada umumnya
seluruh kepala SDN 28 Kota Bima sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan
fungsi pengawasan pelaksanaan program pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai
upaya untuk meningkatkan mutu sekolah, guru dan murid.
4.1.1.2 Pengawasan Hasil Program Pengajaran
Selain kedua indikator yang telah dikemukakan diatas maka indicator terakhir yang
dianggap penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah
sebagai manajer pendidikan, yaitu pengawasan hasil program pengajaran.
Untuk mengukur indicator tersebut digunakan descriptor
yang terdiri dari penilaian pengelola kelas, pembimbing pengelolaan kelas,
Pembinaan pengelolaan kelas, dan perbaikan pengelolaan kelas. Berdasarkan tabel
lampiran 5, maka dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tabel
8.
Fungsi pengawasan hasil Pelaksanaan Program Pengajaran Tahun
2007
Pilihan
|
Kategori Jawaban
|
Frekuensi
|
Persentase
|
A
B
C
|
Selalu
Kadang
– kadang
Belum
pernah
|
12
36
6
|
22,22
66,67
11,11
|
N=54
|
54
|
100
|
Sumber: Angket yang telah diolah
Berdasarkan tabel
diatas menunjukkan 22,22% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah
selalu melaksanakan fungsi pengawasan hasil program pengajaran setiap tahun
ajaran. Namun demikian terdapat 66,67% pendapat responden menyatakan bahwa
kepala sekolah kadang – kadang mengawasi hasil program pengajaran yang di capai
guru dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran. Bahakan terdapat 11,11% pendapat
responden yang menyatakan bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan
terhadap hasil pelaksanaan program pengajaran yang telah dicapai guru dalam
proses belajar mengajar di sekolahnya.
Indicator ini terdiri dari 4 item pertanyaan sehingga
nilai tertinggi adalah 12 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat
responden tentang pengawasan hasil program pengajaran yang dilaksanakan pada
SDN 28 Kota Bima. Berdasarkan data hasil angket pada lampiran 2 maka dapat
digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimanakah fungsi pengawasan
hasil program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 9.
Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan hasil
program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima Tahun 2008/2009
Inerval
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
10
– 12
7
– 9
4
– 6
|
Sangat
Baik
Baik
Kurang
Baik
|
11
40
3
|
20,37
74,07
5,56
|
N=54
|
54
|
100
|
Sumber: Angket yang telah diolah
Berdasarkan tabel hasil olahan data skor rata –
rata pendapat responden tentang
pengawasan hasil program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :
Diketahui :
∑x = 453
N = 54
Penyelesaian :
∑x
X =
N
453
X =
= 8,39
54
Sesuai dengan
nilai skor rata – rata pada tabel tersebut diatas menunjukkan angka pada 8,39
di mana nilai rata – rata tersebut berada pada interval 7 – 9 dengan nilai
‘baik’ maka dapat dinyatakan bahwa pada umumnya kepala sekolah SDN 28 Kota
sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan hasil program
pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sekolah,
guru dan murid.
Selanjutnya penulis akan mengemukakan analisis data
tentang persepsi guru terhadap pengawasan kepala sekolah pada SDN 28 Kota.
Analisis data yang dimaksudkan adalah untuk memperoleh gambaran umum mengenai
pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah pada SDN 28 Kota Bima, yang dapat
dilihat pada tabel frekuensi dan persentase pelaksanaan fungsi tersebut,
sebagaimana pada tabel dibawah ini :
Tabel 10.
Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah pada SDN 28 Kota Bima Tahun
2008/2009
Inerval
|
Kategori Jawaban
|
frekuensi
|
Persentase
|
57
– 72
41
– 56
24
– 40
|
Sangat
Baik
Baik
Kurang
Baik
|
17
33
4
|
31,48
61,11
7,41
|
N=54
|
54
|
100
|
Sumber: Angket yang telah diolah
Berdasarkan tabel hasil penelitian pada lampiran 2 diperoleh
rata – rata pendapat responden tentang pelaksanaan pengawasan kepala sekolah
pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :
Diketahui :
∑x = 2797
N = 54
Penyelesaian :
∑x
X =
N
2797
X =
= 51,80
54
Sesuai dengan nilai skor rata – rata pada tabel tersebut
diatas menujukkan angka pada 51,80 di mana nilai rata – rata tersebut berada
pada interval 41 – 56, dengan nilai ‘baik’ maka dapat dinyatakan bahwa pada
umumnya kepala SDN 28 Kota Bima sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan
fungsi pengawasan pendidikan dan pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya
untuk meningkatkan mutu sekolah, murid dan guru.
4.2. Pembahasan
Untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah sebagai manajer pendidikan pada
SDN 28 Kota Bima dalam meningkatkan mutu sekolah, guru dan murid, maka
dilaksanakan penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk lebih efektifnya
pelaksanaan penelitian maka analisis data dan pembahasan dilakukan untuk setiap
indicator penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.
Sekolah Dasar Negeri 28 Kota
Bima dengan jumlah murid 253 orang dibawah kepemimpinan kepala sekolah. Upaya
untuk mencapai out put (lulusan) yang unggul dan berkualitas. Yang tinggi maka
pemerintah telah menempatkan sejumlah 54 tenaga guru yang sudah dibekali dengan
berbagai keterampilan dan dapat bekerja secara tim serta bekerja secara terpadu
untuk mencapai hasil yang optimal, yakni out put (lulusan) yang unggul dan
berkualitas, sebagai dasar menuju jenjang pendidikan yang selanjutnya.
Selain itu pada umumnya
sekolah SDN 28 Kota Bima telah dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas
yang cukup memadai sehingga diharapkan program pengajaran atau proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pelaksanaan manajemen pendidikan pada SDN 28 Kota Bima
adalah fungsi pengawasan pendidikan. Pelaksanaan pengawasan pendidikan dengan
baik sangat tergantung kepada kemampuan yang diperankan kepala sekolah dalam
melaksanakan pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen pendidikan.
Dalam rangka pelaksanaan
fungsi pengawasan khususnya dalam rangka pembinaan guru yang dilaksanakan oleh
kepala sekolah, maka terdapat beberapa indicator yang sangat penting dalam
mencapai sasaran yang ingin dicapai itu, yakni (1) adalah pengawasan penyusunan
program pengajaran, dengan deskriptornya adalah program pengajaran,
pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, metode belajar mengajar, dan
persiapan mengajar. (2) adalah pengawasan pelaksanaan program pengajaran dengan
deskriptornya adalah kegiatan belajar, bimbingan belajar murid, mengembangkan
belajar yang efektif, kegiatan ekstrakurekuler dan pengelolaan kelas. Sedangkan
indicator yang ketiga adalah pengawasan hasil program pengajaran, dengan
deskriptornya adalah: penilaian, pembimbingan, pembinaan, dan
perbaikan/pengayaan kegiatan pengelolaan kelas, sebagai umpan balik dan bahan
masukan terhadap proses pelaksanaan program pengajaran di sekolah – sekolah
tersebut pada tahun ajaran berikutnya sebagai upaya untuk mencapai sasaran
peningkatan mutu sekolah, sebagai berikut :
Berdasarkan hasil analisis
data yang telah dikemukakan sebelumnya maka berikut ini penulis akan membahas
dan menjelaskan hasil – hasil penelitian sebagai berikut :
1). Indikator pengawasan
penyusunan program pengajaran
Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan
penyususnan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan
terhadap guru dalam penyusunan program pengajaran yang akan dipakai sebagai
pedoman pengajaran di dalam kelas. Dalam hal ini kepala sekolah disamping
mengawasi secara administrasi, juga berupaya membimbing gru dalam mengembangkan
kurikulum, bahan ajar, dan rencana persiapan mengajar, terutama bagi guru yang
masih kurang mampu memahami dalam membuat rencana pengajaran yang sasarannya
meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan sekaligus diharapkan meningkatkan
mutu murid yang sedang dalam proses belajar – mengajar atau dalam proses
pengajaran.
Berdasarkan analisis
data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada umumnya kepala sekolah telah
melaksanakan fungsi pengawasan penyusunan program pengajaran dengan baik.
2. Pengawasan pelaksanaan
program pengajaran
Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan
pelaksanaan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan dan
pembimbingan serta pembinaan terhadap guru dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, khususnya bagi guru yang masih lemah menggunakan metode belajar
mengajar di hadapan murid.
Dalam upaya guru untuk pengembangkan belajar efektif,
pelaksanaan kegiatan ekstrakurekuler dan pengelolaan kelas, sebagai tugas pokok
yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh para guru, maka kepala
sekolah senantiasa melaksanakan serangkaian pengawasan, pembinaan dan
memberikan motivasi kerja kepada para guru yang menunjukkan prestasi yang baik
dengan memberikan penghargaan baik dinyatakan secara lisan maupun dalam bentuk
mendorong peningkatan karier.
3. Pengawasan hasil program pengajaran.
Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan hasil
pelaksanaan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan
kepada guru terhadap hasil – hasil yang dicapai guru dalam proses belajar –
mengajar, setiap tahun ajaran,terutama pengawasan terhadap hasil penilaian
belajar siswa yang merupakan sasaran dalam pengelolaan kelas,pengawsan hasil
yang telah dilaksanakan dan di capai guru dalam membimbing murid yang dinilai
mempunyai tingkat intelijen yang tinggi dan kurang berbakat/lambat menerima pelajaran.
Selain itu kepala sekolah secara khusus memberikan pengawasan dan pembimbingan
kepada guru untuk melaksalakan perbaikan system dan cara pengelolaan kelas yang
telah dilakukan,sebagai bahan umpan balik dalam proses belajar mengajar
masa-masa berikutnya.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan menunjukan
bahwa pada umumnya kepala sekolah telah melaksanakan fungsi tersebut dengan
baik.
0 komentar:
Posting Komentar