Minggu, 16 Maret 2014

PERSEPSI GURU TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN KEPALA SEKOLAH


BAB I

PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara berkelanjutan,  berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta perkembangan global, yang pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal. Untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Maka seluruh sector kehidupan bangsa, termasuk sektor pendidiknan perlu ditingkatkan pelaksanaannya dalam mencapai tuijuan pembangunan nasional.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Nasional dalam Undang-undang  RI.  No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3 dikemukakan bahwa: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Undang – undang No.20 Tahun 2003: 2).  

Katidakmampuan sector pendidikan dalam mencapai sasaran pembangunan di masa lampau (orse baru), terkait karena rendahnya sumber daya manusia di lingkungan poendidikan, rendahnya kinerja guru, kurang diberdayakan lembaga pendidikan, rendahnya partisipasi masyarakat, khusunya orang tua peserta didik, dan rendahnya kualitas sarana. Salah satu upaya untuk mendorong sector pendidikan adalah meningkatkan kinerja guru melalui manajemen pendidikan sebagai bagian dari upaya peningkatan kinerja guru.

Kinerja guru yang dimaksudkan adalah hasil kinerja yang dapat dicapai oleh guru di sekolah sesuai dengan wewenang dan tanggung – jawab masing – masing dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pendidikan. Peningkatan kinerja guru terutama ditujukan kepada peningkatan pengetahuan secara professional di bidangnya atau pada tugas yang dipercayakan kepadanya seiring dengan peningkatan kualitas emosional yang diperlukan dan dimiliki dalam menjalankan tugasnya sehari – hari, sehingga dapat menghasilkan kerja yang produktif.

Diperlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam melaksanakan fungsi manajemen pendidikan, khususnya fungsi pengawasan yang meliputi pengamatan pengelolaan proses belajar mengajar secara menyeluruh, sehingga tercapai hasil sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan/disetujui.

Selain ini kepala sekolah, hendaknya mempunyai kemampuan melakukan pengawasan dan pembinaan serta penilaian untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan melakukan tindakan perbaikan terhadap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dan mencari solusi pemecahan masalah agar tercipta saling pengertian di antara sesame anggota.

Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik membahas masalah “Persepsi Guru Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SDN 28 Kota Bima Tahun Pelajaran 2008 – 2009”.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka, yang menjadi rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Persepsi Guru Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SDN 28 Kota Bima Tahun Pelajaran 2008 – 2009.



2.1 Kajian Tentang Persepsi

2.1.1. Pengertian Persepsi

Pada dasarnya bahwa persepsi adalah tanggap dan sikap seseorang terhadap obyek yang dinilainya. Sikap itu sebenarnya pandangan subyektifitas apabila dinilai dari perorangan tetapi akan menjadi obyektifitas apabila ada sejumlah orang yang menilainya. Begitu juga sebaliknya persoalan fungsi kepengawasan.

“Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan beberapa hal melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah Panca Inderanya mendapat rangsang. Dan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lapangan persepsi seseorang yaitu kebutuhan, nilai-nilai atau keyakinan-keyakinan dan konsep dari” (H.A.R Tilaar, 2002: 621)



Yang dimaksud dengan persepsi atau tanggapan adalah “proses mental yang terjadi pada diri manusia yuang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, dan meraba (kerja indera) di sekitar kita” (H.A.R Tilaar, 2002: 622).

William James dalam  Tri Rusmi Widayatun mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indera, hasil pengolahan otak dan ingatan.

Dikatakan selanjutnya persepsi dihayati melalui ilusi atau mispersepsi, atau trick atau tipuan dan juga bukan salah tanggapan. Ilusi itu sebenarnya pengalaman aktual berupa data masukan yang tidak diterjemahkan sebagaimana adanya dan ada tambahan berupa pengolahan otak dari hasil-hasil pengalaman yang lalu.

Pertama terjadinya persepsi adalah “karena adanya proyek atau stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera (obyek tersebut menjadi perhatian panca indera) kemudian stimulus atau obyek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya “kesan” atau jawaban (response) adanya stimulus berupa kesan atau response dibalikkan ke indera kembali berupa “Tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indera berupa pegalaman hasil pengolahan otak. (H.A.R Tilaar, 2002: 622).

Proses terjadinya persepsi ini perlu adanya fenomena, dan yang terpenting  fenomena dari persepsi ini adalah “perhatian” atau “attention” pengertian perhatian itu sendiri adalah suatu konsep yang diberikan  pada proses persepsi yang menyeleksi input-input tertentu untuk diikutsertakan dalam suatu pengalaman yang kita sadari atau kenal dalam suatu waktu tertentu. Perhatian sendiri mempunyai ciri khusus yaitu terfokus dan margin serta berubah-ubah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu pertama dari diri orang yang bersangkutan itu sendiri, hal ini yang dipengaruhi oleh karakteristik idividual seperti sikap pendidikan, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapannya. Kedua sasaran  persepsi tersebut dan yang ketiga adalah situasi. Ketiga faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua faktor yang melihat sesuatu yang sama mungkin memberikan interpretasi yang berbeda.

Ada beberapa item yang menjadi point penting tentang persepsi adalah sebagai berikut :

a.       Persepsi itu dalam stabilitas  berbeda dalam ukuran, kecemerlangan warna, stabilitas gerak. 

b.      Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya.

c.       Setiap manusia/individu dalam persepsi selalu berbeda.

d.      Ada 4 hal yang sangat berpengaruh terhadap persepsi yaitu :

-          Persepsi dalam belajar yang berbeda

-          Kesiapan mental (SET)

-          Kebutuhan dan motivasi (Need and Motivasi)

-          Persepsi gaya berfikir yang berbeda (Cognitive style).

e.       Persepsi atau tanggapan di dalam bentuk data aktualnya disebut informasi.

f.       Hukum-hukum persepsi

-          Prinsip kedekatan

-          Prinsip kesamaan

-          Prinsip sendiri atau tertutup

-          Prinsip kontinu

-          Hukum gerakan bersama (H.A.R Tilaar, 2002: 626)



Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa teori persepsi adalah persepsi itu dalam stabilitas  berbeda dalam ukuran, kecemerlangan warna, stabilitas gerak, persepsi bisa terjadi dengan sendirinya, setiap manusia/individu dalam persepsi selalu berbeda yang meliputi persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental (SET),  kebutuhan dan motivasi (Need and Motivasi), persepsi gaya berfikir yang berbeda (Cognitive style), dan persepsi atau tanggapan di dalam bentuk data aktualnya disebut informas, dengan prinsip persepsi adalah prinsip kedekatan,  prinsip kesamaan,  prinsip sendiri atau tertutup, dan  prinsip kontinu serta hukum gerakan bersama.

Lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk Persepsi.

a.       Persepsi bentuk à yang dipersepsi bentuk obyek

b.      Persepsi kedalaman

Ada Mono dan Bi atau disebut dengan Monocular Cues dan Binocular Cues.

c.       Persepsi gerak

Persepsi geraka ini terediri dari gerak nyata dan geraka maya

d.      Persepsi terhadap diri sendiri (instropeksi) dan persepsi terhadap orang lain (ekstropeksi).

e.       Persepsi dengan berbagai jenis yang berhubungan dengan sensoris dan motoris.

-          Persepsi auditif atau suara

-          Persepsi vision atau penglihatan

-          Persepsi bau atau  penciuman

-          Persepsi motoris atau gerak

-          Persepsi pengcap atau lidah atau rasa

-          Persepsi peraba atau kulit

f.       Persepsi yang dilihat dari konstansinya

-          Persepsi warna

-          Persepsi bentuk

-          Persepsi besar atau kecil (Persepsi ukuran)

-          Persepsi tempat

-          Persepsi jauh atau dekat obyek (H.A.R Tilaar, 2002: 626)



Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk persepsi adalah dipersepsi bentuk obyek, Persepsi kedalaman, persepsi gerak, persepsi terhadap diri sendiri (instropeksi) dan persepsi terhadap orang lain (ekstropeksi),  persepsi dengan berbagai jenis yang berhubungan dengan sensoris dan motoris,  dan persepsi yang dilihat dari konstansinya.

Terdapat berbagai pengertian atau definisi mengenai persepsi yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Rakhmat (2000), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi atau sensori stimuli.

Persepsi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui responnya. Stimulus dilanjutkan ke susunan saraf otak dan terjadilah proses kognitif sehingga individu mengalami persepsi (Walgito, 1997).

Persepsi adalah suatu proses dimana individu memberikan arti pada lingkungan yang melibatkan pengorganisasian dan interpretasi berbagai stimulus kedalam pengalaman psikologis (Gibson, 1998). Persepsi menurut Mar’at (1990) digambarkan sebagai suatu tanggapan seseorang yang berasal dari komponen kognisi dan dipengaruhi pengalaman, proses belajar, wawasan dan pengetahuan.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses penangkapan stimulus yang kemudian disimpulkan menjadi suatu yang bermakna dan berarti melalui proses seleksi, organisasi dan interpretasi. Persepsi membantu individu dalam memilih perilaku individu tersebut. Persepsi juga merupakan suatu proses kognisi yang melibatkan cara-cara dimana individu memproses informasi yang didapatnya, dengan proses kognisi tersebut timbul perbedaan dan keunikan masing-masing individu yang mempersepsikan.

2.1.2 Syarat untuk Mengadakan Persepsi

Menurut Walgito (1997) individu yang mengadakan persepsi harus memenuhi syarat, diantaranya adalah :

1. Adanya objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar mengenai indera atau reseptor dan dapat datang dari dalam langsung mengenai saraf penerima (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera atau reseptor

Alat indera atau reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus. Saraf sensoris merupakan alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan saraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan diperlukan saraf motorik sebagai responnya.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yang merupakan langkah awal sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi.

2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi

Untuk dapat memahami persepsi secara lebih jelas, perlu kita ketahui bagaimana proses persepsi itu berlangsung dalam diri manusia, seperti diutarakan oleh Gibson yang diterjemahkan oleh Wahid (1998) sebagai berikut :

Proses persepsi meliputi 3 tahapan, yaitu :

1.      Kenyataan dalam kehidupan individu (sebagai stimulus). Misalnya informasi yang diterima baik dari sekolah maupun dari luar sekolah.

2.      Pengolahan persepsi : stimulus tersebut diolah, diorganisasikan dan ditafsirkan dengan perangkat-perangkat yang ada. Terdapat tiga bagian dalam tahap pengolahan ini yaitu :

a.       Pengamatan stimulus : tahap ini disebut juga sensasi, yang melibatkan panca indera sebagai pintu-pintu masuk stimulus kedalam psikis manusia. Jadi sensasi merupakan bagian dari persepsi.

b.      Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap stimuli yang diterimanya. Menurut Krech dan Field (1977) yang dikutip oleh Rakhmat (2000), persepsi ditentukan oleh faktor perhatian, fungsional, dan struktural.

c.       Bagian terakhir dari tahap pengolahan ini adalah evaluasi dan penafsiran kenyataan. Dalam hal ini kenyataan-kenyataan (sebagai stimuli) tadi sudah diolah dalam suatu mekanisme psikis yang rumit dan tak selalu bisa dijelaskan.

3.      Hasil proses persepsi adalah perilaku tanggapan dan sikap yang terbentuk. Dua bentuk hasil tersebut bisa bersifat favourable atau unfavourable.
Selanjutnya dua bentuk hasil persepsi tadi akan memberikan umpan balik terhadap stimuli, pengamatan stimuli, dan faktor-faktor berpengaruh, sehingga mungkin terjadi pembahasan yang bersifat korektif atau mengkukuhkan persepsi awal.



2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Krech dan Field (1977) yang dikutip oleh Rakhmat (2000) menyebutkan bahwa faktor yang menentukan persepsi adalah perhatian, faktor fungsional, dan struktural :

1. Faktor Perhatian

Perhatian adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.

Unsur perhatian seseorang terhadap suatu rangkaian stimulus dapat datang dari eksternal maupun internal. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi unsur perhatian adalah sebagai berikut :

a.       Gerakan. Seperti organisme yang lain, manusia secara visual tertarik dengan objek-objek yang bergerak.

b.      Intensitas stimulus. Kita akan memperhatikan stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang bergerak.

c.       Kebaruan. Hal-hal yang baru yang berbeda akan menarik perhatian.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi perhatian adalah sebagai berikut:

·         Faktor biologis, misalnya jika kita dalam keadaan kelaparan maka seluruh pikiran kita akan didominasi oleh makanan.

·         Faktor psikososial terdiri dari set (harapan seseorang tentang rangsangan yang akan timbul misalnya seorang perawat membawa tensi ke arah pasien maka pasien akan mempersiapkan dirinya untuk diukur tekanan darahnya) dan kebutuhan (kebutuhan sesaat atau menetap pada seseorang akan mempengaruhi persepsi).

2. Faktor fungsional yang menentukan persepsi

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dengan apa yang kita sebut faktor personal. Faktor-faktor personal tersebut adalah pengalaman sendiri, motivasi dan kepribadian.

Persepsi bersifat selektif secara fungsional, artinya bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi berbeda. Yang menentukan bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.

3. Faktor Struktural

Faktor struktural berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Para psikologi Gestalt merumuskan prinsip persepsi yang bersifat struktural yang mengatakan bahwa kita mempersepsikan sesuatu sebagai suatu keseluruhan, kita tidak melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.

2.2. Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah     

Pengawasan (controlling) itu dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi hakekat pengawasan bukan mencari kesalahan terhadap orangnya, tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan.

Dengan demikian pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan diperoleh secara berdaya guna (efesien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan atau disusun sebelumnya.

Menurut Farland dalam Suwarno. Pengawasan ialah:

Suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakuan olerh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan (Suwano Handayaningrat 1986: 143)



Sedangkan pendapat Menulang, bahwa :

Controlling atau pengawasan, sering juga disebut sebagai pengendalian adalah salah satu fungsi majemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilkukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudash digariska semula. Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, atasan mengadakan pemeriksaan, mencocokkan, serta mengusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta tujuan yang ingin dicapai (Manullang, M. 1992: 20).



Dengan demikian pengawasan adalah merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan, tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana, instruksi, rencana dan ketentuan yang telah ditetapkan dan pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kebijaksanaan sesuai dengan yang digariskan dan perintah yang diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana.

Salah satu fungsi kepala sekolah adalah pengawasan yang meliputi kegiatan mengarahkan, memerintahkan, dan membimbing serta menilik, mempertimbangkan dan menilai proses kegiatan pendidikan yang berlangsung di sekolahnya sebagai tanggung jawabnya.

Didalam fungsi pengawasan tersebut terutama dimaksud untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksana program dan apabila terjadi penyimpangan maka, akan lebih mudah mengarahkan kembali kepada sasaran yang akan dicapai.

Menurut lawalata, fungsi pengawasan meliputi penmgamatan proses pengelolaan secara menyeluruh, sehingga tercapai hasil sesuai dengan program yang meliputi :

1)      Mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari program kerja yang telah ditetapkan, dan diluruskan kembali penyimpangan-penyimpangan tersebut

2)      Membimbing dalam rangka kemampuan kerja.

3)      Memperoleh umpan balik tentang hasil pelaksanaan program kerja .

4)      Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

5)      Pelaksanaan pengaswasan hendaknya efisien untuk menjamin terecapainya relevansi dan efektifits kerja (Lawata, P.M, 1990: 16)



  Pengawasan mencakup pembinaan yang biasanya digunakan bagi suatu objek yang dianggap masih dlam proses perubahan dan pertumbuhan sehingga perlu pembinaan agar pada gilirannya mampu berkembang sebagaimana diharapkan, sehingga pembinaan pendidikan dimaksudkan sebagai suatu usaha yang mengembangkan pribadi manusia / peserta didik dengan bimbingan secara sadar dan bertanggung jawab.

Fungsi pengawasan bukanlah suatu tugas atau pekerjaan yang dijalankan untuk mencari-cari kesalahan dari orang lain tapi bertujuan untuk mendidik, membina dan mengarahkan. Dengan perkataan lain tugas pengawasan ialah mengkoordinir, menjuruskan sikap, sifat, serta motif dan tingkah laku dari para pelaksana kearah pencapaian tujuan organisasi.

Jadi didalam pengawasan nampak unsur-unsur pendidikan dan pengjaran yang positif. Tidak mustahil jika seorang pengawas atau pimpinan administrative berfungsi atau memiliki kemampuan mengajar ataua mendidik sebagai dasar utama dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya.

Menurut Halsey dalam Rahman Kotta, bahwa :

Yang dimaksud mengajar sebagai unsure pengawasan ialah memindahkan atau mengalihkan pengetahuan atau pengalaman yant diketahui oleh seseorang pengawas atau pimpinan kepada yang diawasi, dibina atau kepada para bawahan (pelaksana). Disini mengandung arti bahwa tiap pengawas harus mampu dan membina dirinya agar mampu dalam hal mengajar/mendidik, agar seluruh motif dan kemampuan dari pelaksana dapat diarahkan relativ semuanya kepada pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif mungkin (Rahman Kotta, 1977: 8)



Titik pusat perhatian pengawasan disini ialah bagaimana memilih orang yang tepat untuk tiap pekerjaan, agar dapat menimbulkan minat terhadap pekerjaannya, mengajarkan bagaimana ia harus melakukan pekerjaanya, mengukur dan melihat hasil perkejaannya, mengadakan koreksi-koreksi bila mana diperlukan. Selain dari itu memuji bila patut dipuji, menyelaraskan tiap pekerjaan dengan temannya dalam lingkungan pekerjaanya. Kesemuanya itu harus dilakukan dengan adil, sabar, teliti serta bersemangat pengabdian kepada sesame dalam lingkungan kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan, hendaknya senantiasa melakukan pengawasan yang dilandasi pembinaan, mendidik, dan mengarahkan, mengkoordinir, menjuruskan sikap, sifat serta motif dan tingkah laku dari para  guru/pelaksana program pengajaran kearah pencapaian tujuan pengajaran yang diinginkan.

Pengawasan yang terbaik berarti berupaya untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan melakukan tindakan perbaikan atau penyimpangan yang terjadi disekolahnya, dan mencari solusi pemecahan masalah agar tercipta saling pengertian diantara sesama anggota. Kondisi yang harus diperhatikan agar pengawasan dapat berfungsi secara alternativ adalah pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan dan kriteria-kriteria yang dipergunakan dalam system pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas.

Kepala sekolah harus memperhatikan kondisi yang baik agar pengawasan dapat berfungsi secara efektif, yaitu pengawasan yang dikaitkan dengan tujuan dan kriteria-kriteria yang dipergunakan dalam system pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Pengawasan juga harus disesuaikan dengan sifat organisasi sekolah dan mengacu kepada perbaikan dan prosedur pemecahan masalah.

Di dalam administrasi pendidikan, pengawasan dapat dibedakan antara pengawasan langsung dengan pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi dan supervise, yang bekerja sama berhadap-hadapan  antara pengawas pendidikan dan para guru. Pengawasan tak langsung bekerja melalui peraturan, kebijaksanaan- kebijaksanaan, instruksi- instruksi, kurikulum-kurikulum, ujian, daftar pelajaran dan laporan-laporan. Dalam pada itu juga diketahui adanya pengawasan yang informal, yakni melalui kekuatan-kekuatan social seperti tradisi, kebiasaan, ukuran moral, dan etika jabatan.

Dalam adminstrasi sekolah, pengawasan yang merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Oleh karena itu sangat bermanfaat untuk menempatkan fungsi pengawasan sebagai kekuatan kepala sekolah. Sekolah memperingatkan para guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Sebagai kepala sekolah hendaknya senantiasa melakukan pengawasan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan melakukan tindakan perbaikan atau penyimpangan yang terjadi disekolahnya, dan mencari solusi pemecahan masalah agar tercipta saling pengertian dikalangan para guru.

Menurut Yusak Burhanuddin, bahwa :

Dalam organisasi pendidikan sekolah, pengawasan ditujukan untuk memberi bimbingan dan pengarahan, pemeriksaan, dan penilaian. Pengawasan ini dipegang oleh kepala sekolah. Ia harus memberikan bimbingan dan arahan serta mengawasi sejauhmana para guru menjalankan tugasnya dalan usaha mengembangkan potensi siswa (Yusak Burhanuddin, 1998: 62).



Pendapat tersebut diatas menjelaskan bahwa yang penting mendapatpengawasan dari kepala sekolah adalah mengawasi sejauhmana para guru menjalankan tugasnya dalan usaha mengembangkan potensi siswa, disamping pemberian bimbingan dan pengarahan, pemeriksaan, dan penilaian yang dilaksanakan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Bila kepala sekolah menemukan penyimpangan-penyimpangan, baik yang dilakukan oleh guru maupun oleh siswa, maka kepala sekolah berusaha mencari cara untuk pemecahannya. Bila permasalahannya sangat kompleks maka harus melibatkan guru-guru atau instansi atasannya, seperti Dinas Pendidikan,, dana menampung pendapat mereka sehingga menemukan pemecahan yang terbaik. Hal-hal yang penting bagi kepala sekolah dalam melaksanakan pengawasan, adalah tidak mencari kesalahan-kesalahan dikalangan guru yang bekerja selaku tenaga edukatif, ataupun memberikan hukuman kepada mereka yang telah melakukan penyimpangan, melainkan untuk mengadakan perbaikan dalam usaha menyelesaikan semua permasalahan yang ada demi kepentingan tujuan organisasi. Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan terlihat pada sejauhmana pelaksanaan program pengajaran dapat mencapai sasaran yang diharapkan, dan bagaimana hasil yang dicapai itu menjadi umpan balik dalam pelaksanaan program pengajaran beriktunya.

Kepala sekolah sebagai penanggungjawab pelaksanaan fungsi manajemen pendidikan, khususnya fungsi pengawasan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kinerja guru. Fungsi pengawasan dalam manajemen meliputi pengamatan proses pengelolaan secara menyeluruh, sehingga tercapai hasil sesuai dengan program kerja. 



2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pembelajaran

Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui, disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai pendukungnya.

Dalam pembelajaran terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran diantaranya yaitu :

1.      Tujuan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tola dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.

Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan, dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gagal untuk dicapai.

2.      Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam mplementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, tekhnik dan taktik pembelajaran.

Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Dengan demikian efektivitas proses pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Guru sangat menentukan bagi keberhasilan anak mengingat guru adalah pengajar, pembimbing dan penuntun anak.

Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru diantaranya:

a.       Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk aspek tersebut adalah tempat kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan ada istiadat, keadaan kelularga dari mana guru itu berasal.

b.      Teacher trining experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan.

c.       Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru misalnya sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan dalam penguasaan materi pelajar.

3.      Anak Didik (siswa)

Menurut Dunkin, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi :

a.       Latar belakang siswa (pupil formative experience) meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari keluarga bagaimana siswa berasal dll. Kepribadian mereka bermacam-macam ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suda bicara, ada yang kreatif, keras kepala, manja dan sebagainya.

b.      Sifat yang dimiliki siswa (pupil properties) meliputi kemampuan, pengetahuan dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan atau tingkat kecerdasan yang bervariasi. Perbedaan-perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Karena itu perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual dan psikologis tersebut dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.

Anak didik atau siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi jarak dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.

4.      Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain-lain. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain-lain. Kelengkapan saran dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

Terdapat beberapa keuntugan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien, sedangkan manakala mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Kedua, kelengkapan saran dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.

Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa yang auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengar, sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan.

5.      Kegiatan Pembelajaran

Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik.

Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didi sebagai makhluk individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial, dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.

Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pembelajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil pembelajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau metode diskusi.


6.      Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran yaitu:

a. Faktor organisasi kelas, yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan:

1.      Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempint.

2.      Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.

3.      Kepuasan belajar setiap siswa akan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.

4.      Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.

5.      Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.

6.      Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.

7.      Faktor iklim sosial – psikologis maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal dan eksternal.

Iklim sosial – psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.

Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerjasama antar guru, salaing menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejut dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar.

Iklim sosial – psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat dan sebagainya.

Iklim sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga (letak rumah) semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

7.      Bahan dan Alat Evaluasi

Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didi. Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi. Gurulah yang membuat dengan perencanaan yang sistematis dan dengan menggunakan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya benar-salah (true – false) dan pilihan ganda (multiple choise) tapi juga menjodohkan (matching), melengkapi (completion) dan essay.

Masing-masing alat evaluasi mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Benar – salah ( B – S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objetif. Maksdunya, objektive dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang dilakukan oleh anak-anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain diluar dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat menjawabnya, cenderung melakukan tindakan spekulasi pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak bisa.

Alat test dalam bentuk essaya dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak didik. Sebab test ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat test ini adalah dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay memang alat test yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaanpun dilakukan.

Berbagai permasalahan yang telah dikemukaan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar mengajar.

8.      Suasana Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing dan tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasa kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah tekhnik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif.

Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk mengawasinyak. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas mengamati semua sikap, gerak gerik yang dilakukan oleh anak didik.

Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama diantara anak didik. Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan. Lebih merugikan lagi adalah sikap pengawas yang sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal. Dengan dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh sekolah lain.

Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus terjadi suasana evaluasi yang kurang enak dipandang mata. Dimanakah penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar selama ini.

Dampak dikemudian hari dari sikap pengawas yang demikian, adalah mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan ketika belajar mengajar berlangsung. Hal inilah yang seharusnya tidak boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap kualitas pembelajaran.





4.1. Deskripsi Data.  

4.1.1 Persepsi Guru Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Kepala Sekolah SDN 28 Kota Bima Tahun 2008 - 2009

            Data yang disajikan adalah hasil penelitian yang dilaksanakan pada SDN 28 Kota Bima sebanyak 54 guru yang membahas pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekoah.

            Hasil penelitian tersebut diwujudkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase yang disusun berdasarkan urutan indicator penelitian, yaitu pengawasan penyusunan program pengajaran, pengawasan pelaksanaan program pengajaran, dan pengawasan hasil pelaksanaan pengajaran dalam upaya peningkatan mutu sekolah, guru dan murid. Kemudian untuk mengetahui hasil akhir penelitian, penulis mengemukakan skor hasil pendapat responden, unruk mengetahui sejauhmana kepala sekolah melaksanakan fungsi pengawasan tersebut diatas.

            Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui angket yang telah disebarkan kepada responden kemudian ditabulasi sebagaimana yang telah dilampirkan pada skripsi ini maka dapat disajikan sebagai berikut :

Pengawasan Perencanaan Penyususnan Program

Salah satu indicator di dalam penelitian ini yang dianggap penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasann kepala sekolah, yaitu pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran.

Untuk mengukur indicator tersebut digunakan deskripsi yang terdiri dari program pengajaran, program pengembangan kurikulum, program pengembangan bahan ajar, metode belajar mengajar, dan program persiapan mengajar.

Berdasarkan olahan data pada tabel lampiran 3, maka dapat dikemukakan sebagai berikut :

Tabel 4.

Fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran Tahun 2007



Pilihan
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

A
B
C

Selalu
Kadang – kadang
Belum pernah

18
31
5

33,33
57,41
9,62

N=54
54
100



Berdasarkan tabel di atas menunjukan 33,33% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melaksanakan fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran setiap tahun ajaran. Namun demikian terdapat 57,41% pendapat responden menyatakan kepala sekolah kadang – kdanag mengawasi penyusunan perencanaan program pengajaran yang di susun oleh guru sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pengajaran. Bahkan terdapat 9,26% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan penysusnan program pengajaran di sekolahnya.

Indicator tersebut terdiri dari 10 item sehingga nilai tertinggi adalah 30 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat responden tentang pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran yang dilaksanakan pada SDN 28 Kota Bima. Data hasil angket pada tabel lampiran 2 digunakan untuk memperoleh gambaran bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :       

Tabel 5.

Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima

Tahun 2008/2009



Inerval
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

24 – 30
17 – 23
10 – 16

Sangat Baik 
Baik 
Kurang Baik 

24
25
5

44,44
46,30
9,26 

N=54
54
100

Sember: Angket yang telah diolah

Berdasarkan tabel hasil penelitian pada lampiran 2 diperoleh rata – rata pendapat responden tentang pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :

Diketahui :

∑x    = 1201

N      = 54

Penyelesaian :

           ∑x

X  =

           N

  1201

X  =              = 22,24

           54 

 Sesuai dengan nilai skor rata – rata diatas menunjukkan angka pada 22,24, dimana nilai rata – rata tersebut berada pada interval 17 – 23, dengan nilai ‘baik’ maka dapat dinyatakan bahwa pada umumnya kepala SDN 28 Kota Bima adalah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan perencanaan penyusunan program pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

4.1.1.1  Pengawasan Pelaksanaan Penyususnan Program

Indikator lain di dalam penelitian ini yang dianggap penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah yaitu pengawasan pelaksanaan perencanaan program pengajaran.

Untuk mengukur inidikator tersebut digunakan deksriptor yang terdiri dari : kegiatan belajar, bimbingan belajar murid, mengembangkan belajar efektif, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengelolaan kelas. Berdasarkan data hasil angket pada lampiran 4, maka dapat disajikan sebagai berikut: 

Tabel 6.

Fungsi pengawasan Pelaksanaan Program Pengajaran Tahun 2007

Pilihan
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

A
B
C

Selalu
Kadang – kadang
Belum pernah

20
21
13

37,04
38,89
24,07

N=54
54
100

Sumber: Angket yang telah diolah

Memperhatikan tabel di atas menunjukkan 37,04% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan program pengajaran setiap tahun ajaran. Namun demikian terdapat 38,89% pendapat responden menyatakan kepala sekolah kadang – kadang mengawasi pelaksanaan program pengajaran yang dilaksanakan guru sebagai tenaga edukatif dalam kegiatan pengajaran. Bahkan terdapat 24,07% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan kepada guru dalam melaksanakan program pengajaran di sekolahnya.

Indikator ini terdiri dari 10 item sehingga nilai tertinggi adalah 30 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat responden tentang pengawasan pelaksanaan program pengajaran yang dilaksanakan pada SDN 28 Kota Bima. Berdasarkan data hasil angket pada lampiran 2 yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan pelaksanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 7.

Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan pelaksanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima Tahun 2008/2009



Inerval
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

24 – 30
17 – 23
10 – 16

Sangat Baik 
Baik 
Kurang Baik 

13
27
4

24,07
68,52
7,41 

N=54
54
100



Mengenai tabel skor rata – rata berdasarkan tabel hasil penelitian pada lampiran 2 diperoleh rata – rata pendapat responden tentang pengawasan penyusunan perencanaan program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :

Diketahui :

∑x    = 1143

N      = 54

Penyelesaian :

           ∑x

X  =

           N



  1143

X  =              = 21,17

           54 

   

Sesuai dengan nilai skor rata – rata pada tabel tersebut di atas menunjukkan angka pada 21,17, di mana nilai rata – rata tersebut berada pada interval 17 – 23, dengan nilai ‘baik’ dapat dinyatakan bahwa pada umumnya seluruh kepala SDN 28 Kota Bima sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan pelaksanaan program pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sekolah, guru dan murid.

4.1.1.2  Pengawasan Hasil Program Pengajaran

Selain kedua indikator yang telah dikemukakan diatas maka indicator terakhir yang dianggap penting untuk mengukur pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, yaitu pengawasan hasil program pengajaran.

Untuk mengukur indicator tersebut digunakan descriptor yang terdiri dari penilaian pengelola kelas, pembimbing pengelolaan kelas, Pembinaan pengelolaan kelas, dan perbaikan pengelolaan kelas. Berdasarkan tabel lampiran 5, maka dapat dikemukakan sebagai berikut :

Tabel 8.

Fungsi pengawasan hasil Pelaksanaan Program Pengajaran Tahun 2007

Pilihan
Kategori Jawaban
Frekuensi
Persentase

A
B
C

Selalu
Kadang – kadang
Belum pernah

12
36
6

22,22
66,67
11,11

N=54
54
100

Sumber: Angket yang telah diolah

 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan 22,22% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melaksanakan fungsi pengawasan hasil program pengajaran setiap tahun ajaran. Namun demikian terdapat 66,67% pendapat responden menyatakan bahwa kepala sekolah kadang – kadang mengawasi hasil program pengajaran yang di capai guru dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran. Bahakan terdapat 11,11% pendapat responden yang menyatakan bahwa kepala sekolah belum pernah mengadakan pengawasan terhadap hasil pelaksanaan program pengajaran yang telah dicapai guru dalam proses belajar mengajar di sekolahnya.

Indicator ini terdiri dari 4 item pertanyaan sehingga nilai tertinggi adalah 12 untuk mengukur nilai skor rata – rata pendapat responden tentang pengawasan hasil program pengajaran yang dilaksanakan pada SDN 28 Kota Bima. Berdasarkan data hasil angket pada lampiran 2 maka dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai bagaimanakah fungsi pengawasan hasil program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


Tabel 9.

Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah dalam pengawasan hasil program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima Tahun 2008/2009



Inerval
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

10 – 12
7 – 9
4 – 6

Sangat Baik 
Baik 
Kurang Baik 

11
40
3

20,37
74,07
5,56 

N=54
54
100

Sumber: Angket yang telah diolah

Berdasarkan tabel hasil olahan data skor rata – rata  pendapat responden tentang pengawasan hasil program pengajaran pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :

Diketahui :

∑x    = 453

N      = 54

Penyelesaian :

           ∑x

X  =

           N



  453

X  =              = 8,39

           54      

     Sesuai dengan nilai skor rata – rata pada tabel tersebut diatas menunjukkan angka pada 8,39 di mana nilai rata – rata tersebut berada pada interval 7 – 9 dengan nilai ‘baik’ maka dapat dinyatakan bahwa pada umumnya kepala sekolah SDN 28 Kota sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan hasil program pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sekolah, guru dan murid.

Selanjutnya penulis akan mengemukakan analisis data tentang persepsi guru terhadap pengawasan kepala sekolah pada SDN 28 Kota. Analisis data yang dimaksudkan adalah untuk memperoleh gambaran umum mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah pada SDN 28 Kota Bima, yang dapat dilihat pada tabel frekuensi dan persentase pelaksanaan fungsi tersebut, sebagaimana pada tabel dibawah ini :

Tabel 10.

Pelaksanaan Fungsi kepala sekolah pada SDN 28 Kota Bima Tahun 2008/2009

 Inerval
Kategori Jawaban
frekuensi
Persentase

57 – 72
41 – 56
24 – 40

Sangat Baik 
Baik 
Kurang Baik 

17
33
4

31,48
61,11
7,41 

N=54
54
100

Sumber: Angket yang telah diolah

Berdasarkan tabel hasil penelitian pada lampiran 2 diperoleh rata – rata pendapat responden tentang pelaksanaan pengawasan kepala sekolah pada SDN 28 Kota Bima sebagai berikut :

Diketahui :

∑x    = 2797 

N      = 54

Penyelesaian :

           ∑x

X  =

           N



  2797

X  =              = 51,80 

           54 

   

Sesuai dengan nilai skor rata – rata pada tabel tersebut diatas menujukkan angka pada 51,80 di mana nilai rata – rata tersebut berada pada interval 41 – 56, dengan nilai ‘baik’ maka dapat dinyatakan bahwa pada umumnya kepala SDN 28 Kota Bima sudah melaksanakan dengan ‘baik’ kegiatan fungsi pengawasan pendidikan dan pengajaran setiap tahun ajaran, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sekolah, murid dan guru.

4.2. Pembahasan

      Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan kepala sekolah sebagai manajer pendidikan pada SDN 28 Kota Bima dalam meningkatkan mutu sekolah, guru dan murid, maka dilaksanakan penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk lebih efektifnya pelaksanaan penelitian maka analisis data dan pembahasan dilakukan untuk setiap indicator penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

      Sekolah Dasar Negeri 28 Kota Bima dengan jumlah murid 253 orang dibawah kepemimpinan kepala sekolah. Upaya untuk mencapai out put (lulusan) yang unggul dan berkualitas. Yang tinggi maka pemerintah telah menempatkan sejumlah 54 tenaga guru yang sudah dibekali dengan berbagai keterampilan dan dapat bekerja secara tim serta bekerja secara terpadu untuk mencapai hasil yang optimal, yakni out put (lulusan) yang unggul dan berkualitas, sebagai dasar menuju jenjang pendidikan yang selanjutnya.

      Selain itu pada umumnya sekolah SDN 28 Kota Bima telah dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas yang cukup memadai sehingga diharapkan program pengajaran atau proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.

      Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan manajemen pendidikan pada SDN 28 Kota Bima adalah fungsi pengawasan pendidikan. Pelaksanaan pengawasan pendidikan dengan baik sangat tergantung kepada kemampuan yang diperankan kepala sekolah dalam melaksanakan pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen pendidikan.

      Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan khususnya dalam rangka pembinaan guru yang dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka terdapat beberapa indicator yang sangat penting dalam mencapai sasaran yang ingin dicapai itu, yakni (1) adalah pengawasan penyusunan program pengajaran, dengan deskriptornya adalah program pengajaran, pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, metode belajar mengajar, dan persiapan mengajar. (2) adalah pengawasan pelaksanaan program pengajaran dengan deskriptornya adalah kegiatan belajar, bimbingan belajar murid, mengembangkan belajar yang efektif, kegiatan ekstrakurekuler dan pengelolaan kelas. Sedangkan indicator yang ketiga adalah pengawasan hasil program pengajaran, dengan deskriptornya adalah: penilaian, pembimbingan, pembinaan, dan perbaikan/pengayaan kegiatan pengelolaan kelas, sebagai umpan balik dan bahan masukan terhadap proses pelaksanaan program pengajaran di sekolah – sekolah tersebut pada tahun ajaran berikutnya sebagai upaya untuk mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah, sebagai berikut :

      Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya maka berikut ini penulis akan membahas dan menjelaskan hasil – hasil penelitian sebagai berikut :

1). Indikator pengawasan penyusunan program pengajaran

Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan penyususnan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan terhadap guru dalam penyusunan program pengajaran yang akan dipakai sebagai pedoman pengajaran di dalam kelas. Dalam hal ini kepala sekolah disamping mengawasi secara administrasi, juga berupaya membimbing gru dalam mengembangkan kurikulum, bahan ajar, dan rencana persiapan mengajar, terutama bagi guru yang masih kurang mampu memahami dalam membuat rencana pengajaran yang sasarannya meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan sekaligus diharapkan meningkatkan mutu murid yang sedang dalam proses belajar – mengajar atau dalam proses pengajaran.

   Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada umumnya kepala sekolah telah melaksanakan fungsi pengawasan penyusunan program pengajaran dengan baik.

2. Pengawasan pelaksanaan program pengajaran             

Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan dan pembimbingan serta pembinaan terhadap guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, khususnya bagi guru yang masih lemah menggunakan metode belajar mengajar di hadapan murid.

Dalam upaya guru untuk pengembangkan belajar efektif, pelaksanaan kegiatan ekstrakurekuler dan pengelolaan kelas, sebagai tugas pokok yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh para guru, maka kepala sekolah senantiasa melaksanakan serangkaian pengawasan, pembinaan dan memberikan motivasi kerja kepada para guru yang menunjukkan prestasi yang baik dengan memberikan penghargaan baik dinyatakan secara lisan maupun dalam bentuk mendorong peningkatan karier.

3. Pengawasan hasil program pengajaran.        

Kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi pengawasan hasil pelaksanaan program pengajaran, pada umumnya dilakukan melalui pengawasan kepada guru terhadap hasil – hasil yang dicapai guru dalam proses belajar – mengajar, setiap tahun ajaran,terutama pengawasan terhadap hasil penilaian belajar siswa yang merupakan sasaran dalam pengelolaan kelas,pengawsan hasil yang telah dilaksanakan dan di capai guru dalam membimbing murid yang dinilai mempunyai tingkat intelijen yang tinggi dan kurang berbakat/lambat menerima pelajaran. Selain itu kepala sekolah secara khusus memberikan pengawasan dan pembimbingan kepada guru untuk melaksalakan perbaikan system dan cara pengelolaan kelas yang telah dilakukan,sebagai bahan umpan balik dalam proses belajar mengajar masa-masa berikutnya.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada umumnya kepala sekolah telah melaksanakan fungsi tersebut dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar