BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dakwah
merupakan aktivitas yang selalu dimuliakan oleh Allah SWT. Sebab, dakwah selalu
berupaya memberi dorongan kepada manusia untuk berbuat kebaikan dan menuruti
petunjuk, menyuruh kepada kebajikan dan melarang dari berbuat kemunkaran.
Dakwah merupakan pelaksanaan amanah Allah SWT terhadap segala aktivitas dan
usaha yang mengubah situasi tertentu ke arah situasi yang lebih baik
implementasi ajaran Islam dalam berbagai segi kehidupan dan penghidupan
manusia, yakni perbaikan dalam pembangunan masyarakat, yang meliputi amar
ma'ruf nahi munkar, dilaksanakan dengan berbagai media dan metode dalam
konteks prikehidupan individual, prikehidupan berumah tangga (usrah),
prikehidupan bermasyarakat dan prikehidupan bernegara.[1]
|
Dakwah sebagai
tujuan mewujudkan amar ma’ruf nahi munkar, hendaknya tidak terbatas
secara kelembagaan (institusi formal), akan tetapi dimulaikan sejak kapanpun
dan dikembangkan di manapun. Termasuk di Ponpes, di mana Ponpes harus dapat
menjadi tempat simulasi terjadinya pembaharuan pemikiran Islam dan dakwah yang
ditopang oleh pendidikan akhlak. Sehingga pada akhirnya Ponpes dapat memberikan
sumbangannya dalam peningkatan sumber daya manusia.
Jika ditinjau
dari awal sejarah perkembangan Santri dalam segala model dan karakter moral
yang dibangun, maka fungsi pokoknya adalah mencetak santri yang mengahayati dan
mengamalkan ajaran agama. Kemudian dalam perkembangannya menampilkan ciri khas
yang unik dengan masyarakat lainnya. Sampai saat ini fungsi pokok tersebut
tetap terpelihara dan dipertahankan. Kekhasan sistem Podok Pesantren tersebut
telah mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam melahirkan Generasi
Muda, pemimpin masyarakat dan tokoh pejuang lainnya. Dalam kaitan ini, Prasodjo
dalam Maimun, menyebutkan tiga bentuk pengembangan dakwah dalam lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal; (1) kegiatan tabligh (dakwah) kepada santri
yang dilakukan dalam komplek Ponpes; (2) majlis ta’lim atau pengajian yang
bersifat pendidikan umum; dan (3) bimbingan hikmah berupa nasehat kiyai kepada
orang yang datang untuk minta diberi wiridan atau amalan-amalan
tertentu.[3]
Penumbuh
kembangan kondisi lingkungan bernilai moral sebagaimana penulis sebutkan di
atas tampak hadir, hampir di semua lini kehidupan, termasuk di Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima. Salah satu tugasnya adalah mencetak calon Generasi Muda yang
bermoral dan ahli dalam bidang agama melalui kegiatan pengembangan dakwah yang
diselenggarakan baik secara formal maupun nonformal.
Persoalan-persoalan
itulah yang akan banyak diungkap dalam penelitian ini, yaitu yang berjudul: “Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi Muhammadiyah mengenai suatu metode/cara pengembangan pemahaman
keislaman bagi para Kader dan simpatisannya, terutama terkait dengan pengamalan
ajaran islam secara kaffah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
paparan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka penulis
dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima?
C.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penuis
merumuskan beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu:
Ingin mengetahui Muhammadiyah dan Peranannya
Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima?
2. Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Melalui penelitian ini diharapkan menambah
khasanah ilmu pengetahuan tentang pentingnya pendidikan dan Pemahaman Islam Di kalangan pemuda
muhammadiyah pada umumnya dan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima pada khususnya.
2) Melalui penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi para generasi atau pemuda muhammadiyah agar lebih bijak
untuk mengambil tindakan dalam pembinaan dan pemahaman keislaman pada
masyarakat.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi Para kader muhammadiyah, Pimpinan dan pengurus muhammadiyah
dalam meningkatkan terbentuknya kehidupan yang islami sesuai dengan Al Qur`an
dan As Sunnah.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi para peneliti-peneliti selanjutnya untuk melengkapi data-data yang
diperlukan.
D. Penegasan Istilah Judul
Untuk
mempermudah dalam membahas isi skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk
memberikan batasan definisi dari beberapa terminologi kunci yang dianggap perlu
agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam pemahanan kajian skripsi. Adapun
pengertian-pengertian yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1)
Peranan
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan memberikan arti peranan, “Tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dalam suatu peristiwa”.[4]
Sedangkan
menurut WJS. Poerwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan
peranan adalah, “Sesuau yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang
terutama (dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa)”[5]
Berdasakan
pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa peranan adalah segala
sesuatu yang bisa mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa yang lain baik
secara langsung maupun tidak langsung.
2)
Muhammadiyah
1) Yaitu;Gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, berasas Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunah
2) Muhammadiyah berasal dari Kata ;
-
Muhammad : yaitu
nama Nabi Muhammad SAW
-
Yah yaitu yang
mensifati. Artinya bahwa semua anggota Muhammadiyah maupun para simpatisannya dapat
mengikuti /mentauladani Nabi Besar Muhammad saw.
E. Sistimatika Pembahasan
Dalam
menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab
mencakup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut :
a)
Bab I pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, dan Penegasan
Istilah Judul
b)
Bab
II landasan teori, yang memuat sejumlah teori-teori yang mendukung penulisan proposal
skripsi terutama teori-teori yang berkenaan dengan Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima.
c)
Bab III Metodelogi Penelitian Bab ini
merupakan bab yang menjelaskan tentang: a). Populasi dan sampel, b). Data
Penelitian, c). Variabel Penelitian, d) Metode analisis data, dan e). Pengujian
hipotesis.
d)
Bab IV laporan hasil penelitian tentang
gambaran umum lokasi penelitian, terdiri dari: A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian: B.
Muhammadiyah dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota
Bima.
e)
Bab
V Penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu
penting serta rangkain kata- kata penutup.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemuhammadiyahan
1.
Pengertian Muhammadiyah
Muhammadiyah,
menurut bahasa, berarti pengikut nabi danrasululluh Muhammad saw. Secara bahasa
dapat di katakana bahwasemua umat Islam adalah Muhammadiyah. Menurut istilah,
dapat di beri batasan pengertian bahwaMuhammadiyah adalah organisasi Islam yang
didirikan oleh KH AhmadDahlan dengan maksud agar umat Islam di Indonesia
dalammelaksanakan ajaran Islam sesuai dengan dituntunkan oleh
rasulullahMuhammad saw.
Dalam
ADM Pasal (1), Muhammadiyah adalah gerakan Islam,da’wah amar maruf nahi munkar
dan tasjid. Sedangkan dalam bab danpasal yang sama ayat di tegaskan bahwa
Muhammadiyah berasal dariMuhammadiyah. Kalau pasal (1) dan (2) memperoleh
pengertian,Muhammadiyah adalah gerakan Islam da’wah amar ma’ruf nahi munkardan
tasjid bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah serta berasas Islam.
Adapun
arti dari Nama Muhammadiyah dapat ditinjau dari dua segi yaitu berdasarkan arti
etimologis ( bahasa ) dan arti terminologis ( istilah ).
1.
|
Muhammadiyah
berasal dari kata “Muhammad” yaitu seorang Nabi Atau Rasul yang menjadi
tauladan bagi umat manusia pada akhir zaman,atau merupakan Nabi dan Rasul
terakhir. Sedangkan “iyah” berarti menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti
pengikut ( umat ) Muhammad. Siapapun yang menyakini bahwa Muhammad adalah Nabi
dan Rasul Allah yang terakhir, maka semua orang yang beragama Islam merupakan
orang Muhammadiyah tanpa dilihat dari perbedaan cara pandang organisasi ataupun
yang lainnya.
2. Arti Terminologis ( istilah )
Muhammadiyah
merupakan sebuah gerakan Islam , Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar , berdasarkan
asas Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunah yang didirikan oleh
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan nama K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8
Dzulhijah 1330 H, bertepatan pada tanggal 18 November 1912 M di Kampung Kauman
Yogyakarta.
2.
Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah
memiliki visi sebagai berikut ;Muhammadiyah gerakan Islam yang berlandasan pada
Al-Quran danAs-Sunnah dengan watak tasjid yang memilikinya sentiasa istigamah
danaktif dalam melaksanakan da’wah islam amar ma’ruf nahi munkar disegala
bindang sehingga menjadi rahmat lil alamin bagi umat, bangsa,dan dunia.
3.
Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah
sebagai gerakan islam dan da’wah amar mar’uf nahimunkar memiliki misi yang
mulia dalam kehidupan sebagai berikut,
-
Menegakan
keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaranAllah.
-
Menyebarluaskan
ajaran islam yang bersumber pada Al-Quran,sebagai kitab Allah yang terakhir
untuk manusia, dan sunnah rasul.
-
Mewujudkan
amalan amalan Islam dalam kehidupan pribadi,keluarga, dan masyarakat.
4.
Maksud Dan Tujuan Muhammadiyah
Maksud
dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana disebutkandalam pasal 6, istilah menegakkan
dan menjunjung tinggi agamaIslam sehingga terwujud masyarat Islam yang
sebenar-benarnya.
Masyarakat
Islam yang sebenar - benarnya yang menjadi tujuandan cita cita perjuangan
Muhammadiyah itu dinyatakan dalammuqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
masyarakat yangsejeterah, aman, damai, makmur, dan bahagia yang diwujudkan
diatas keadilan, kejujuran dan gotong royong dengan bersandinganhukum Allah
yang sebenar - sebanarya, lepas dari pengaruh syaitandan hawa nafsu.[6]
5. Gagasan Yang Melatarbelakangi Berdirinya Muhammadiyah
Umat Islam sebelum
terbentuknya Muhammadiyah masih percaya pada hal- hal yang mistik, seperti
pemberian sesajen pada benda-benda atau tempat yang dianggap keramat. Bahkan
sampai sekarang hal- hal seperti itu masih ada, seperti yang kita lihat
didaerah Lombok, ada seorang yang menganggap bahwa foto Tuan Guru dapat
membantunya terlepas dari nasib buruk. Dan banyak sekali ajaran-ajaran yang
dicampur dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan agama, seperti yang kita
lihat di dalam Film Sang Pencerah. Sebuah keluarga yang memberikan sesajen ke
pohon besar, sesajen tersebut diambil oleh seseorang sehingga keluarga tersebut
merasa senang karena beranggapan bahwa sesajennya telah diterima oleh Allah
swt.
Dari
cerita diatas dapat dikatakan bahwa agama yang disiarkan pada saat tersebut
masih disisipkan sebuah perbuatan yang secara langsung dilarang dalam
Kitabullah dan Sunnah Rasullullah.
K.H.
Ahmad Dahlan sebelum membentuk perkumpulan Muhammadiyah terlebih dahulu pergi
memdalami ilmu agama ke Kota Suci Makkah sekaligus melaksanakan ibadah haji
yang kedua kali pada tahun1903. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
Makkah, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan
pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama
Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau,
Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari
Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam
seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta
interaksi selama bermukim di kota
suci Mekkah dan bacaan atas karya- karya para pembaru pemikiran Islam itu telah
menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri K.H. Ahmad Dahlan. Jadi
sekembalinya dari Mekkah, K.H. Ahmad Dahlan justru membawa ide dan gerakan
pembaruan.
Benih
kelahiran Muhammadiyah sebagai organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya
merupakan hasil interaksi K.H. Ahmad Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi
Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan,
yakni R.Budihardjo dan R.Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari
salah seorang siswa K.H. Ahmad Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai
mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang
ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis K.H. Ahmad
Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar
terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli
sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan
oleh kerabat dan sekaligus sahabat K.H. Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad
Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian
menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya pilihan untuk
mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana
tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan
untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban
(2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911.
Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” ( kegiatan K.H.
Ahmad Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam ) yang dikembangkan K.H. Ahmad
Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama
Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi
Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut,
merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama yang tidak
diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu,
tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah K.H. Ahmad Dahlan, dengan
menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara
baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka
pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 H di
Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”.
Organisasi
baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” ( Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912
), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang
diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan
tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat
29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya
di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya ialah
“menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada
penduduk nusantara di dalam residensi Yogyakarta,
dan memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.”
Kelahiran
Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan
langkah K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam
yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka
pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari
kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. K.H. Ahmad Dahlan,
sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan ciri- ciri yang khas,
memiliki cita- cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun
kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid ( pembaruan ) yang meliputi
aspek-aspek tauhid ( ‘aqidah ), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap
ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya
yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Pembaruan
Islam yang cukup mendasar dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan
pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun merupakan
contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal
sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan
Umum (PKU). karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah
dan ”hablu min Allah” ( hubungan dengan Allah SWT ) semata, tetapi justru
peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi
manusia. Inilah ”teologi amal” yang khas dari K.H. Ahamad Dahlan dan awal
kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya
di negeri ini.
Gagasan
pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota,
disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini
ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan
dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir
di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2
September 1921.
Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah
untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan
pertemuan anggota ( sekali dalam setahun ), yang saat itu dipakai istilah
AIgemeene Vergadering ( persidangan umum ).
6.
Landasan Gerakan Muhammadiyah
1.
Landasan Idiil
K.H.
Ahmad Dahlan mendirikan sebuah persyarikan gerakan dakwah dengan nama
“Muhammadiyah” mempunyai makna yang amat positif dan mendalam bagi setiap
muslim di Indonesia. Secara etimologis Muhammadiyah berasal dari kata
“Muhammad” ditambah dengan “yah”. Kata ‘Muhammad” diambil dari nama Rasulullah
Muhammad SAW dan kata “yah” disini bermakna “ya nisbiyyah” yang berarti “yang
kepada sesuatu atau dinisbahkan untuk diikuti”. Dengan demikian Muhammadiyah
bermakna pengikut-pengikut Muhammad Rasulullah SAW.
Dari
pengertian tersebut maka pada hakikatnya setiap orang Islam pasti
“Muhammadiyah” karena ia harus mengikuti jejak dan langkah Muhammad SAW. Secara
terminologis menurut K.H.Ahmad Dahlan, Muhammadiyah merupakan persyarikatan dan
gerakan dakwah yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits. Berdasarkan pengetahuan
dan wawasan keislaman yang dimiliki, K.H. Ahmad Dahlan memandang bahwa ajaran
Islam sangat mendorong umatnya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Usaha
untuk mewujudkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang hakiki di
dunia dan akhirat tidak dapat dilakukan secara perorangan melainkan harus
dilakukan bersama dalam bentuk “jamaah”. Al Quran menjelaskan hal tersebut
dalam Surat Ali Imran ayat 104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
artinya
“Adakanlah diantara kamu segolongan umat yang menyeru manusia kepada Islam, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemunkaran, karena mereka itulah orang-orang yang berbahagia”[7]
Dalam
kaitannya sebagai gerakan dakwah, Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah
agama dakwah yang mewajibkan umatnya untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam.
Sekecil apapun dan sepahit apapun setiap muslim wajib menyampaikan kebenaran
seperti hadits Rasulullah yang artinya “ Sampaikanlah ajaran dariku (Muhammad)
walaupun satu ayat”.
Muhammadiyah
memiliki modal sosial yang cukup besar sebagai gerakan Islam yang termasuk
besar di negeri ini. Organisasi lain boleh lebih besar dari segi kuantitas
anggotanya, namun dari segi kualitas dalam amal usaha, sumber daya manusia,
infrastruktur dan sistem organisasi, serta kepercayaan publik sesungguhnya
Muhammadiyah terbilang unggul. Sebagai organisasi Islam modern Muhammadiyah
termasuk terbesar di dunia Islam. Kondisi ini harus disyukuri sebagai nikmat
dan karunia Allah yang sangat berharga, karena itu potensi yang besar tersebut
tidak boleh dibiarkan laksana genangan danau yang diam, apalagi seperti ”gajah
bengkak” yang sulit bergerak.
Organisasi
besar seperti Muhammadiyah kadang memiliki kelemahan karena kebesarannya.
Semangat dan kinerja para aktivisnya melemah atau cenderung mengalami penyakit
kemalasan dan kemanjaan. Militansi pun kecil atau mengalami kemunduran dengan
kecenderungan hilangnya sikap gigih, kerja keras, dan tidak jarang muncul sikap
cengeng, mudah patah arang. Muncul sikap elitis dan kehilangan sikap populis.
Ukhuwah atau solidaritas sosial pun lemah atau longgar akibat sikap
individualistik dan formalitas yang tinggi. Kepemimpinan berjalan instrumental
sehingga kehilangan daya penggerak. Amal usaha berjalan sendiri, kadang menjadi
kerajaan-kerajaan sendiri, para pengelola dan mereka yang berada di dalamnya
sekadar sibuk dengan mobilitas sendiri atau sekadar cari penghidupan, yang
lepas atau tidak begitu bertautan dengan misi dan kepentingan Persyarikatan.
Karena
kebesarannya, tidak jarang Muhammadiyah sekadar jadi lahan subur bagi banyak
pihak yang ”mencangkuli ladang Persyarikatan” untuk kepentingan mereka sendiri
baik kepentingan paham, politik, maupun hal-hal yang pragmatis, sehingga
Persyarikatan seperti ladang komoditi yang subur. Bagaimana potensi
Muhammadiyah yang besar itu digerakan kembali untuk menjadi kekuatan aktual
yang lebih besar? Kuncinya terletak pada optimalisasi ikhtiar sesuai dengan
Firman Allah: man jahada fínâ lanahdiyannahum subulanâ, barang siapa yang
bersungguh-sungguh maka Allah akan menunjukan jalan-jalan-Nya. Gerakan
Muhammadiyah memiliki nilai-nilai ideal yang meliputi misi, landasan ideal, dan
tujuan gerakan. Misi Muhammadiyah meliputi:
1. Penegakkan tauhid yang murni;
2. Peyebarluasan islam yang bersumber
pada al-quran dan as-sunnah; dan
3. Mewujudkan amal Islami dalam
kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Landasan
ideal Muhammadiyah meliputi Al-Quran dan As-Sunnah, paham agama (Muqaddimah
Anggaran Dasar dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah), Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup Islami Warga
Muhammadiyah, dan pemikiran formal lainnya. Sedangkan tujuan gerakan
Muhammadiyah ialah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Nilai-nilai
ideal tersebut haruslah ditanamkan dan disosialisasikan, yang intinya
diinternalisasikan sehingga menjadi darah-daging setiap orang Muhammadiuyah
dalam berpikir dan bertindak. Setelah nilai-nilai ideal itu terinternalisasi
maka secara kolektif kemudian membentuk kesadaran untuk bertindak bersama yang
menunjukan watak, ciri, dan sosok orang Muhammadiyah sebagaimana yang
semestinya. Inilah yang disebut dengan internalisasi nilai-nilai
Ke-Muhammadiyahan.
Internaslisasi
nilai-nilai ideal harus dilakukan simultan ke dalam seluruh anggota di berbagai
stuktur Persyarikatan, termasuk di amal usaha yang selama ini mungkin cenderung
asing, berjalan sendiri, dan lepas dari nilai-nilai fundamental Muhammadiyah. Tuntutan
internalisasi nilai semacam itu bukan merupakan beban tetapi melekat dalam
seluruh bagian struktural di Muhammadiyah sebagai keniscayaan. Termasuk bagi
perorangan yang mengaku anggota Muhammadiyah yang tersebar di berbagai lingkup
kehidupan seperti politisi, pengusaha, birokrat, dan lain-lain. Lebih-lebih
bagi pimpinan Muhammadiyah, yang harus menunjukkan uswah hasanah.
Muhammadiyah
lahir, tumbuh, dan berkembang sebagai sebuah sistem yang disebut organisasi
(jam’iyyah, persyarikatan). Kekuatan Muhammadiyh justeru terletak pada
organisasinya, yang membuat dirinya tidak tergantung pada figur atau orang.
Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, Muhammadiyah dibangun di atas berbagai
komponen yang saling menyangga menjadi satu kesatuan. Komponen personal menyangkut
manusia dengan berbagai latarbelakang dan potensi. Komponen struktural terdiri
atas berbagai organ kelembagaan seperti struktur kepemimpinan persyarikatan
(Pusat hingga Ranting), Majelis, Lembaga, Organisasi Otonom, Amal Usaha, dan
berbagai komponen lainnya.
Agar
Muhammadiyah dapat menjalankan usaha, program, dan kegiatannya secara lebih
mudah maka diperlukan sinergi seluruh komponen itu. Sinergi dalam gerkan
bertumpu di atas kesamaan nilai-nilai ideal yang membentuk kesatuan langkah,
bukan di atas dasar kepentingan. Sinergi dibangun di atas semangat ukhuwah
sedangkan landasan ukhuwah yang paling kokoh ialah iman. Dengan ukhuwh yang
kokoh maka akan terbentuk kekuatan sebagai gerakan. Dengan sinergi yang bebasis
semangat ukhuwah maka gerak Muhammadiyah selain akan kokoh juga akan lebih
mudah dalam mewujudkan usaha dan tujuannya. Jangan ada yang merasa bisa
bergerak sendiri dalam Muhammadiyah, apalagi merasa berhasil atau sukses
sendiran.
2.
Landasan Normatif
Selain
landasan idiil, Muhammadiyah juga memiliki landasan normatif yang memberikan
aturan dan panduan dasar dalam melaksanakan kiprahnya. Landasan normatif
tersebut terdiri atas Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian
Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup
Islami Muhammadiyah.
1. Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM) merupakan rumusan konsepsi yang bersumberkan
Al-Qur’an dan Al-Sunnah tentang pengabdian manusia kepada Allah, amal, dan
perjuangan setiap muslim. MADM ini menjiwai dan menghembuskan semangat
pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi
Muhammadiyah. Dengan demikian MADM juga menjiwai Anggaran Dasar Muhammadiyah.
Hidup
bermasyarakat itu adalah Sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan
manusia di dunia ini. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan
bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan
gotong royong, tolong menolong, dengan bersendikan hukum Allah yang
sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu. Agama Allah yang
dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah
satu-satunya pokok hukum dan masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terdapat 7 (tujuh) pokok pikiran yang
merupakan rumusan konsepsi dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Tujuh pokok pikiran
tersebut adalah:
a. Hidup manusia harus berdasar Tauhid
Allah, bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
b. Hidup bermasyarakat merupakan
sunnatullah.
c. Hanya dengan hukum Allah tata
kehidupan sosial dapat berjalan dan berkembang secara positif.
d. Penempatan Islam sebagai sumber hukum
tertinggi merupakan kewajiban manusia.
e. Agama Islam adalah agama seluruh
utusan Allah yang mana pengamalannya dengan ittiba’Rasul.
f. Organisasi merupakan alat realisasi
ajaran Islam dalam hidup social
g. Tujuan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai
Allah SWT.
2. Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian
adalah ciri dan sifat-sifat khas Muhammadiyah yang merupakan manifestasi dari
jiwa dan semangat Muhammadiyah, yang mewarnai setiap gerak dan langkah
perjuangan Muhammadiyah harus dimiliki dan dipelihara oleh setiap warga
Muhammadiyah. Mengacu pada Keputusan Muktamar ke 35, Kepribadian Muhammadiyah
memuat 4 hal yaitu pemahaman tentang Muhammadiyah, Dasar Amal Usaha
Muhammadiyah, Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, dan Sifat
Muhammadiyah.
a. Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah
adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakannya adalah
Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang yakni
perseorangan dan masyarakat . Dakwah dan Amar Ma’ruf nahi Munkar pada bidang
pertama terbagi kepada dua golongan yaitu kepada yang telah Islam bersifat
pembaharuan (tajdid) dengan mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan
murni, dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk
memeluk agama Islam. Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar bidang
kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta
peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan mengharap
keridlaan Allah semata-mata.
b. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah
Dalam
perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas-merata,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip
yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar. Prinsip-prinsip tersebut antar
lain:
(1) Hidup manusia harus berdasar tauhid,
ibadah, dan taat kepada Allah.
(2) Hidup manusia bermasyarakat.
(3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam
dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian
dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
(4) Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan
ikhsan kepada kemanusiaan.
(5) Ittiba’ kepada langkah dan perjuangan
Nabi Muhammad SAW.
(6) Melancarkan amal usaha dan perjuangannya
dengan ketertiban organisasi.
c. Pedoman amal usaha dan perjuangan
Muhammadiyah
Menilik
dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun
cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya harus berpedoman pada
prinsip “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di
segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang
diridlai Allah”.
d. Sifat Muhammadiyah
Selain
dari beberapa hal yang telah diuraikan tentang kepribadian Muhammadiyah
tersebut, ada beberapa sifat yang menjadi cirri gerakan Muhammadiyah.
Diantaranya adalah:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian
dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan
ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan, dengan
memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan
kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum,
undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala
lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat
dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam
manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela
kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerjasama
dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
10. Bersifat adil serta kolektif ke dalam
dan keluar dengan bijaksana.
3. Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah
Rumusan
Matan dan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (idiologi) ditetapkan
dalam sidang Tanwir tahun 1969 di Ponorogo dan direvisi pada tahun 1970
tepatnya pada sidang Tanwir di Yogyakarta. Rumusan tersebut antara lain:
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan
Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an
dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil,
makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia
sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
b. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam
adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW,
sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan
menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
c. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan: (1) Al-Qur’an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW. (2) Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan
jiwa ajaran Islam.
d. Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang Aqidah, Akhlaq,
Ibadah, dan Muammalah.
·
Aqidah.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
·
Akhlak.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada
nilai-nilai ciptaan manusia.
·
Ibadah.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
·
Muamalah
Duniawiyah. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama
serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
e. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan
bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang
mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik
Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk
berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT “BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR”
4. Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah
Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga
Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin
kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan
dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat,berorganisasi, mengelola amal
usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan
lingkungan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni
dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).
Landasan
dan sumber Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ialah Al Quran dan Sunnah
Nabi yang merupakan pengembangan dan pengayaan dari pemikiran-pemikiran formal
(baku) dalam Muhammadiyah seperti Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Kepribadian
Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah, serta hasil-hasil Keputusan
Majelis Tarjih.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki beberapa sifat/kriteria antara lain:
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki beberapa sifat/kriteria antara lain:
a) Mengandung hal-hal yang pokok/prinsip
dan penting dalam bentuk acuan nilai dan norma.
b) Bersifat pengayaan dalam arti memberi
banyak khazanah untuk membentuk keluhuran dan kemulian ruhani dan tindakan.
c) Aktual, yakni memiliki keterkaitan
dengan tuntutan dan kepentingan kehidupan sehari-hari.
d) • Memberikan arah bagi tindakan
individu maupun kolektif yang bersifat keteladanan.
e) • Ideal, yakni dapat menjadi panduan
umum untuk kehidupan sehari-hari yang bersifat pokok dan utama.
f) • Rabbani, artinya mengandung
ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
g) • Taisir, yakni panduan yang mudah
difahami dan diamalkan oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
Dari
beberapa uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah terbentuknya perilaku individu dan
kolektif seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswah hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3.
Landasan Operasional
Landasan
Operasional yang merupakan pijakan bagi persyarikatan Muhammadiyah dalam
menjalankan aktivitas-aktivitas untuk mencapai maksud dan tujuannya meliputi
beberapa hal, antara lain Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
Khittah Perjuangan, dan Keputusan-keputusan Muhammadiyah.
1. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART)
Muhammadiyah
sebagai sebuah organisasi secara formal memiliki identitas dan tata organisasi
yang jelas berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Berikut ini adalah
susunan Anggaran Dasar Muhammadiyah yang dihasilkan pada Muktamar ke-45 yang
berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan
dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang:
a) Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah
b) BAB I tentang NAMA, PENDIRI, DAN
TEMPAT KEDUDUKAN, terdiri dari pasal 1,2, dan pasal 3.
c) BAB II tentang IDENTITAS, ASAS, DAN
LAMBANG, terdiri dari pasal 4 dan pasal 5.
d) BAB III tentang MAKSUD DAN TUJUAN
SERTA USAHA, terdiri dari pasal 6 dan pasal 7.
e) BAB IV tentang KEANGGOTAAN, terdiri
dari pasal 8.
f) BAB V tentang SUSUNAN DAN PENETAPAN
ORGANISASI, terdiri dari pasal 9 dan pasal 10.
g) BAB VI tentang PIMPINAN, terdiri dari
pasal 11,12,13,14,15,16,17,18,dan pasal 19.
h) BAB VII tentang UNSUR PEMBANTU
PIMPINAN, terdiri dari pasal 20.
i)
BAB
VIII tentang ORGANISASI OTONOM, terdiri dari pasal 21.
j)
BAB
IX tentang PERMUSYAWARATAN, terdiri dari pasal 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
30, dan pasal 31.
k) BAB X tentang RAPAT, terdiri dari
pasal 32, 33, dan pasal 34.
l)
BAB
XI tentang KEUANGAN DAN KEKAYAAN, terdiri dari pasal 35, 36, dan pasal 37.
m) BAB XII tentang LAPORAN, terdiri dari
pasal 38.
n) BAB XIII tentang ANGGARAN RUMAH
TANGGA, terdiri dari pasal 39.
o) BAB XIV tentang PEMBUBARAN, terdiri
dari pasal 40.
p) BAB XV tentang PERUBAHAN, terdiri
dari pasal 41.
q) BAB XVI tentang PENUTUP, terdiri dari
pasal 42.
Sedangkan
Anggaran Dasar yang dihasilkan pada Muktamar tersebut terdiri dari 38 pasal
yang mengatur secara jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan Muhammadiyah
sebagai sebuah organisasi.
2. Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Perkembangan
masyarakat Indonesia,
baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan
dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan
itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial,
ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan
perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah
sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa
mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi-mungkar, serta
menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang
dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai
tujuannya: “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan
usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang
dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan
dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan
Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan
masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam
lainnya.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN`
A. Jenis Penelitian
Dimaklumi
bahwa penelitian selalu menuntut obyektifitas baik dalam proses pelaksanaanya
maupun penganalisaan data yang diperolehnya, sehingga hasil penelitian ini
dapat menjamin keabsahannya.
Sejalan
dengan hal tersebut dalam bukunya "Metodologi Penelitian Kualitatif"
menjelaskan bahwa:
"Penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan manusia dalam kawasan
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam
penelitiannya"[8]
B. Sumber Data Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
a. Jenis Data
Sebagaimana diketahui bahwa jenis data itu hanya
dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni data kualitatif dan data kuantitatif.
1)
Data Kualitatif
Data kualitatif data yang berbentuk kata, kalimat dan gambar.
2)
Data kuantitatif
|
Menurut Arikunto bahwa jenis data kuantitatf dapat dibagi sebagai
beirkut:
a.
Data Nominal
Data Nominal adalah suatu himpunan yang
terdiri dari anggota-anggota ynag mempunyai kesamaan tiap anggotanya dan
memiliki perbedaan dari himpunan lainnya.
b.
Data Ordinal
Data Ordinal adalah dat yang menunjukan
tingkatan-tingkatan misalnya panjang pendek. Untuk sebutan lainnya adalah jenis
data lebih kurang karena yang satu mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang
lain.
c.
Data Interval
Data Interval adalah jenis data yang
mempunyai jarak, jika dibandingkan dengan dat lain sedangkan jarak itu sendiri
dapat diketahui dengan pasti.
d.
Data Ratio
Mengacu
pada penjelasan di atas, maka data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini
adalah jenis data kuantitatif. Adapun yang termasuk data kuantitatif dalam
penelitian ini adalah mengenai perhitungan angka-angka, berkenaan dengan itu
skala yang digunakan adalah skala ordinal. Skala ordinal adalah variabel yang
menunjukkan tingkatan-tingkatan atau dengan sebutan lain adalah variabel “lebih
kurang” karena yang satu mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain.[10]
Untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini sudah barang tentu harus berhubungan dengan orang-orang
yang mengerti dan mendalami masalah tersebut. Dengan demikian sumber-sumber
data yang penulis maksudkan untuk mendapatkan data adalah: Kepala Ponpes Al
Ikhlas Kota Bima, dan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima
Adapun sumber data yang bersifat dokumen
atau arsip di pergunakan sumber dokumenter, untuk mendapatkan tentang Muhammadiyah dan Peranannya Melalui Lembaga
pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima.
Kajian dalam proposa skripsi ini
bersifat kajian filosofis yaitu dengan mebicarakan masalah Muhammadiyah dan Peranannya
Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima.
b. Sumber Data
Di tinjauh dari sumber data yang akan diperoleh
dalam penelitian ini, maka dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1)
Data Primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari obyek atau lokasi penelitian baik data hasil observasi maupun
hasil interview serta data yang diperoleh dari dokumen-dokumen.
2)
Dara Sekunder, yaitu data yang diperoleh
dari luar obyek penelitian yang merupakan data pendukung dari data primer.
Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini sudah barang tentu harus berhubungan dengan orang-orang yang
mengerti dan mendalami masalah tersebut. Dengan demikian sumber-sumber data
yang penulis maksudkan untuk mendapatkan data adalah:
1. Keadan lingkungan Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima
2. Sarana dan Prasarana Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima
3. Keadaan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima
Adapun sumber data yang bersifat dokumen atau arsip
di pergunakan sumber dokumenter, untuk mendapatkan tentang Peran Aktif Dai Muhammadiyah Dalam
Meningkatkan Pemahaman Islam Di Masyarakat Nadi Ponpes Al Ikhlas Kota Bima.
2.Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data
pada penelitian ini adalah:
a. Metode Dokumentasi
Dokumentasi dapat diartikan sebagai
aktifitas penelitian terhadap dokumen-dokumen, data-data tertulis dan
sebagainya. Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, buku-buku, surat kabar,
majalah, agenda, dan lain-lain.[11]
Menurut Surachmad, metode dokumentasi
adalah “Sebagai laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari
penjelasan dan perkiraan terhadap peristiwa dan ditulis dengan sengaja untuk
menyimpan dan meneruskan keterangan mengenai peristiwa tersebut”.[12]
Dari pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa metode dokumentasi adalah suatu metode yang dilakukan dengan jalan
mencatat data-data atau catatan resmi pada berbagai sumber-sumber yang terkait
dengan penelitian ini.
b. Metode Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dan dengan sistematika fenomena-fenomena yang
diselidiki.[13] Menurut
Winarno, “Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dimana penyelidik
mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala
subyek yang diteliti, baik pengamatan itu dilakukan pada situasi sebenarnya
maupun yang dilakukan padan situasi khusus yang diadakan”.[14]
Dalam penelitian ini observasi yag
digunakan ialah observasi non partisipan ialah peneliti tidak hadir langsung
untuk mengamati keadaan lokasi atau obyek penelitian tetapi melalui observasi
tidak langsung. Metode observasi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
melakukan pengamatan pada obyek penelitian pada saat proses belajar mengajar.
Sesuai dengan pendapat Riyanto di atas, adapun yang diobservasi atau yang
diamati oleh peneliti pada penelitian ini adalah.
4. Keadan lingkungan Ponpes Al Ikhlas Kota
Bima
5. Sarana dan Prasarana Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima
6. Keadaan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima
Yang menjadi subjek atau responden pada saat observasi adalah : Kepala Ponpes
Al Ikhlas Kota Bima, Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima.
c. Metode Wawancara
Melakukan penelitian hanya dengan wawancara sudah jelas tidak akan
mungkin mendapatkan data seobyektif mungkin, banyak peristiwa yang tidak
diketahui latar belakangnya, hanya dengan pengamatan saja. Oleh karena itu
diperlukan adanya metode lain yaitu metode wawancara dengan pihak-pihak yang
dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga dengan
demikian, apa yang belum jelas dari pengamatan peneliti dapat menanyakan dengan
cara wawancara “Wawancara disebut juga kuesioner lisan, adalah sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview)”
[15]
Kalau dilihat dari jenisnya maka metode
wawancara dapat dibedakan menjadi :
·
Interview bebas yang dimana pewawancara bebas menayakan apa
saja yang harus dikumpulkan. Dalam hal ini pewawancara tidak menggunakan pedoman.
·
Interview terpimpin yaitu dimana pewawancara membawa
sederetan pertanyaan dengan lengkap dan terperinci.
Interviu bebas terpimpin yaitu kombinasi antara
interviu bebas dengan interviu terpimpin. Dalam melaksanakan interviu ini
pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal
yang akan ditanyakan[16]
Terkait
dengan konsep atau materi yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini,
maka yang perlu diwawancarakan adalah seputar tentang materi yang berkaitan
dengan wacana tulis.
Yang
menjadi subjek atau responden dalam wawancara ini adalah Kepala Ponpes Al
Ikhlas Kota Bima, dan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima. Model wawancara di
atas semi structured. Dalam hal ini, maka mula-mula interviwer menanyakan
serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam
dalam mengorek keterangan lebih lanjut.
C. Instrumen Penelitian
a. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode
untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan,
buku-buku, surat kabar, majalah, agenda, dan lain-lain.[17]
b. Metode Observasi
Dalam penelitian ini observasi yag
digunakan ialah observasi non partisipan ialah peneliti tidak hadir langsung
untuk mengamati keadaan lokasi atau obyek penelitian tetapi melalui observasi
tidak langsung. yang diamati oleh peneliti pada penelitian ini adalah.
1. Keadan lingkungan Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima
2. Sarana dan Prasarana Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima
3. Keadaan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima
c. Metode Wawancara
Yang menjadi subjek atau responden dalam wawancara ini adalah Kepala Ponpes
Al Ikhlas Kota Bima, dan Santri Ponpes Al Ikhlas Kota Bima. Model wawancara di
atas semi structured. Dalam hal ini, maka mula-mula interviwer menanyakan serentetan pertanyaan
yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek
keterangan lebih lanjut.
D. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dari yang amat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi
arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.
Penerapan data yaitu mengolah data yang diperoleh
dengan pendekatan penelitian. Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan
adalah pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Muhammadiyah dan Peranannya Melalui
Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima, dengan
menggunakan analisa data sebagai berikut :
1.
Induksi
Metode ini dipergunakan oleh penulis
teutama dalam memandang gejala-gejala yang timbul yang sifatnya khusus,
kemudian dari gejala-gejala yang sifatnya khusus tadi ditarik suatu kesimpulan
yang sifatnya juga umum. Dasar
pemikiran penulis adalah berpijak pada pendapat Sutrisno Hadi bahwa:
“Induksi adalah berangkat dari fakta-fakta yang khusus
dari peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian dari fakta-fakta yang konkret
tersebut ditarik generalisasi-generalisasi yang sifatnya umum”.[18]
Melalui metode ini, hal-hal yang berhubungan dengan Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima, dapat ditarik suatu kesimpulan yang secara umum tentang Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima. Dengan menggunakan teknik induksi ini semua data atau
informasi yang sifatnya khusus dapat dianalisis untuk memperoleh kesimpulan
yang bersifat umum.
2.
Deduksi
Metode deduksi adalah salah satu cara bagi penulis dalam
menganalisa data yang diperoleh. Dengan metode ini dapat memberikan arah bagi penulis dalam
menganalisa serta dalam mengambil kesimpulan
data yang diperoleh baik yang berupa teori yang diperoleh berdasarkan
buku-buku maupun penelitian penulis pada lokasi penelitian.
Dengan tekhnik deduksi ini, penulis dapat menganalisa
data dengan cara memandang hal-hal atau gejala-gejala yang Atas , yang
selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus, ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi, bahwa:
“Deduksi adalah cara
mengolah data atau cara berpikir dan menarik kesimpulan dengan jalan bertolak
dari pengetahuan yang bersifat Atas
dalam menilai kejadian yang khusus.[19]
Melalui metode ini, hal-hal yang berhubungan dengan
Muhammadiyah dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota
Bima, dapat ditarik suatu kesimpulan
yang secara khusus tentang Muhammadiyah dan Peranannya Melalui
Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima. Dengan menggunakan teknik induksi ini semua data atau
informasi yang sifatnya umum dapat dianalisis untuk memperoleh kesimpulan yang
bersifat khusus.
E. Penyajian Kreadibilitas Data
Kreadibilitas data bertujuan untuk
membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang
sesungguhnya ada dalam kenyataan dan apakah penjelasan tentang dunia kenyataan
sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi.
Untuk memperoleh data-data yang valid
diperlukan pemeriksaan dari temuan-temuan data dan informasi tersebut.
Adapun teknik pemeriksaaan data yang penulis gunakan adalah:
1.
Triangulasi
Triangulasi dalam penelitian ini adalah untuk mengecek keabsahan data dengan cara
membandingkan data yang diperoleh dengan sumber lain. Triagulasi sumber data
dilakukan untuk mendapatkan informasi atau sumber data di lakukan untuk
mendapatkan informasi atau sumber data yang sejenis atau yang berbeda. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a.
Membandingkan data observasi dengan
data hasil wawancara.
b.
Membandingkan wawancara dengan
dokumentasi.
c.
Membandingkan persepsi orang dengan
pendapat dan pandangan orang lain.
Triangulasi dalam penelitian ini menuliskan
dengan berbagai teknik mengumpulkan data yang ditujukan untuk memperoleh
informasi yang serupa atau berlawanan. Triangulasi dalam metode ini dilakukan
secara bersamaan dalam suatu kegiatan wawancara dengan responden yang ada di
lokasi penelitian.
2.
Menggunakan bahan referensi.
Referensi yang dipakai dalam bahan
dokumentasi dan catatan lapangan yang tersimpan misalnya ada informasi yang
tidak di rencanakan kemudian di simpan, sewaktu mengadakan pengujian, informasi
demikian lalu dimanfaatkan untuk keperluan itu.[20]
Dengan referensi penelitian dapat mengecek
kembali data-data dari informasi-informasi yang penulis dapatkan di lapangan.
3.
Membicarakan dengan teman sejawat.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos
hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik
dengan rekan-rekan sejawat. [21]
Membicarakan dengan teman sejawat bertujuan
untuk memperoleh kritik dan pertanyaan tajam yang menentang kepercayaan akan
kebenaran hasil penelitian. Dengan cara ini penulis dapat menelaah kelemahan
tafsiran yang kurang jelas mendiskusikan data yang telah terkumpul dengan dosen
pembimbing maupun orang-orang yang ahli lainnya.
Adapun masalah atau data yang didiskusikan
adalah tentang Muhammadiyah
dan Peranannya Melalui Lembaga pendidikan Ponpes Al Ikhlas Kota Bima, yang diperoleh melalui penelitian.
4.
Pengecekan
Pengecekan yang penulis lakukan adalah untuk
menginterview (mengkomfirmasikan kembali) informasi atau interpretasi peneliti
dengan subyek penelitian maupun informasi lainnya. Dalam pengecekan ini penulis
akan melibatkan semua informan yaitu Wakasek, Guru dan pegawai Ponpes Al Ikhlas
Kota Bima.
[1]
Hafiduddin Didin, Solusi Islam Atas
Problematika Ummat (Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah), (Penerbit Gema Insani
Perss, Jakarta.
1998), 4.
[2]
Tadjab dkk., Dasar-Dasar Kependidikan
Islam, (Penerbit Karya Abdi Utama, Surabaya. 1996). 11.
[3]
Manaf Abdul, Sejarah Agama - agama, (Penerbit
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997), 26
[4] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Pen. Balai Pustaka,jakarta, 1991),
751
[5] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1999), 735
[6] http://www.scribd.com/doc/27443665/Kemuhammadiyahan.
diambil pada tanggal 29 Juni 2012
[7]
Depag. RI., 1989/1990. Al-qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putera.
[8]
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian
Kwalitatif, (Pen. Remaja Rosda Karya, Bandung,
1991), 3
[9] Sutrisno Hadi, Metodologi Researcah I, (Cet.
Ke XVI, Yogyakarta, 1970), 31
[10] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, (Bina Aksara, Jakarta, 2002), 55
[11] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Bina Aksara, Jakarta, 2002), 131
[12] Winarno Surachman. Dasar Dan Teknik
Research Pengantar Metode Ilmiah. (Bandung. 2000), 26
[13] Sutrisno Hadi, Metodologi Researcah I,
(Cet. Ke XVI, Yogyakarta, 1970), 139
[14] Ibid,,,124
[15]
Suharsinis Arikunto Op. Cit. Hal 149
[16]
Suharsinis Arikunto Loq. Cit. hal. 110
[17] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Bina Aksara, Jakarta, 2002), 131
[18] Sutrisno Hadi, Metodologi Researcah I,
(Cet. Ke XVI, Pen. Yayasan
Psiklogi UGM,Yogyakarta, 1970), 42
[19]
Ibid, hal, 109.
[20] Moleong,
J. Lexy, , Metodologi Penelitian
Kwalitatif, (Pen. Remaja Rosda Karya, Bandung. 1991) 3
[21] Ibid,…
179