Minggu, 16 Maret 2014

INTEGRASI NILAI IMTAQ DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI





A. PENDAHULUAN
Salah satu ciri kehidupan hari ini adalah terjadinya ledakan ilmu pengetahuan dan informasi yang luar biasa, namun bersamaan dengan itu, dirasakan adanya dekadensi moral siswa dan kadang juga terjadi pada para pengambil kebijakan, yang sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup manusia yang bisa jadi melebihi krisis pangan, energi, dan krisis-krisis yang lain. Dekadensi moral tersebut dapat terbaca dengan terus tumbuh kembangnya kecenderungan manusia untuk berbuat kekerasan, rusaknya tatanan sosial ditambah dengan rendahnya moralitas manusia serta semakin terbukanya pergaulan bebas di kalangan para pelajar dan mahasiswa. Dari data penelitian secara nasional mengatakan bahwa 10-30% remaja usia sekolah yang belum menikah telah melakukan hubungan seks bebas (diambil 22 November 2005 dari http.//www.remaja.com).
Fenomena dekadensi moral bukan hanya muncul di tengah orang-orang yang tidak berpendidikan (uneducated people), tetapi justeru terjadi juga di kalangan orang-orang yang terpelajar (educated people). Perilaku-perilaku negatif para elit politik bahkan kaum terpelajar sering dipertontonkan dalam berbagai berita-berita televisi seperti perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme serta pameran kemewahan di tengah-tengah meningkatnya jumlah kemiskinan bahkan yang lebih tragis lagi adalah perilaku negatif juga ditampilkan oleh para pendidik sendiri, misalnya dengan mengabaikan amanah ilmiah serta mengabaikan aspek-aspek moral dalam pergaulan, dan menonjolkan aspek transaksional dalam dunia pendidikan (Yaljan, 2004: x). 
Semua ini menandai era adanya krisis pendidikan yang tidak dapat lagi menciptakan peradaban baik bagi kehidupan umat manusia akan tetapi bahkan membawa kehidupan manusia semakin terancam. Kalau diamati dengan seksama, persoalan yang menjadikan dunia pendidikan sedemikan rupa menjadi sangat merosot adalah terabaikannya faktor moral dalam dunia pendidikan. Konsentrasi pendidikan lebih banyak bernuansa materi, moral pendidikan sangat jarang menjadi perhatian dalam jagad pendidikan, jika ada perhatian kepadanya maka baru dalam tahap kognitif (moral thinking) yang tidak dapat langsung menyentuh nurani pembelajar sehingga tidak heran kesenjangan antara ilmu dan amal sangat besar dirasakan dan menjadi realitas dalam dunia akademis (Darmiyati, 2003 : 8).
Masalah timbul karena perilaku dan tata nilai bukan lagi berpedoman pada norma-norma agama tetapi melalui pertimbangan praktis yang jauh dari sentuhan nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama hanya berperan aktif dalam domain-domain privat dan bahkan dijauhkan sama sekali dari realitas sosial. Dalam teori perkembangan kepribadian, seperti yang menjadi dasar pedagogik melihat perkembangan proses individu bukan hanya berkenaan dengan kecerdasan intelektual (intellectual quotient/IQ) tetapi juga kecerdasan emosi (emotional qoutient/EQ), serta kecerdasan spiritual (spritual qoutient/SQ), bahkan seluruh pribadi individu. Proses pendidikan bukan hanya proses pengembangan intelek tetapi juga emosi, spiritual dan fisik manusia secara keseluruhan (Tilaar, 2002 : 311). 
Selama ini sistem pendidikan nasional selalu mengukur kecerdasan siswa hanya dari segi kecerdasan intelektual. Siswa cerdas atau tidak, hanya diukur dari IQ. Tak aneh bila IQ lalu menjadi satu-satunya parameter kepintaran dan kecerdasan siswa di hampir semua sekolah (Sukidi, 2005 : 3). Kenyataan yang dihadapi oleh guru saat ini di sekolah terutama dalam proses belajar mengajar hanya mengejar target untuk menyelesaikan materi pelajaran tanpa memperhatikan nilai-nilai moral yang harus mereka sampaikan, sehingga tidak mengherankan apabila hasilnya kurang maksimal. Banyak orang yang pandai dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tetapi tidak sedikit dari mereka melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dan moral. Padahal menurut Daniel Golemen (1997) kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20 % dari kemampuan seseorang sedangkan kesederdasan emosional menyumbang 80 % dari kemampuan seseonang (Darmiyati, 2003 : 2).  
Persoalan krisis ekonomi yang ditandai dengan krisis nilai tukar rupiah pada awal tahun 1997 telah meyebabkan perubahan mendasar (stuktural) dalam segala aktivitas manusia. Di samping persoalan tersebut, semakin nyata pula bahwa persoalan-persoalan ekonomi ini bukan semata-mata berasal dari faktor-faktor ekonomi, melainkan juga sebagai produk dari sistem, mekanisme politik yang tidak sehat dan persoalan moralitas penyelenggara negara. Persoalan krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh lemahnya peran serta nilai-nilai religius dalam praktek kehidupan ekonomi. Gejala semakin menurunnya kualitas nilai dan akhlak bangsa Indonesia perlu segera dicari pemecahanya. Salah satu jalan keluarnya adalah lewat jalur pendidikan antara lain dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan yang dapat membentuk manusia bermartabat dan memiliki integritas tinggi (Damiyati, 2003 : 10).
B. LANDASAN TEORI
Pengembangan nilai-nilai imtaq yang terintegral dengan ilmu pengetahuan sosial memiliki makna penting bagi peningkatan kualitas pendidikan. Secara operasional, pengembangan nilai dalam ilmu pengetahuan sosial selalu melibatkan tiga tahapan yang berbeda. Tahapan pertama berkisar pada pengenalan fakta-fakta lingkungan, tahap kedua merupakan tahap pembentukan konsep-konsep, dan, tahan ketiga adalah tahapan pertimbangan tentang nilai yang terintegrasi. Atas dasar tahapan ini, maka tidak cukup bagi peserta didik untuk belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan humaniora dengan hanya berkisar pada konsep yang verbalisitik atau hanya mengenal sejumlah fenomena, melainkan diperlukan ketajaman analisis terhadap nilai dalam sejumlah isu sosial yang muncul dewasa ini (Mulyana, 2004: 190).
Nilai yang terintegrasi dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dan humaniora dapat berupa nilai instrinksik seperti objektifitas, rasionalitas, dan kejujuran ilmiah, atau dapat pula berupa nilai dasar moral seperti kepedulian terhadap orang lain, empati, dan kebaikan sosial lainya (Mulyasa, 2004 : 29). Semua itu, menjadi penting dalam merancang prioritas penelaahan ilmu pengetahuan sosial dalam kehidupan. Untuk itu, nilai-nilai dasar moral yang muncul secara humanistik harus terintegrasi dalam keseluruhan kurikulum ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, terutama ketika pada pendidik berkepentingan untuk menjelaskan nilai-nilai instrinksik tersebut. Nilai dasar moral esensial dapat dikembangkan dari prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, kebaikan, kepedulian dan keindahan yang terdapat dalam ajaran agama. Sedangkan menurut Sumantri mengatakan bahwa pengembangan serta aktualisasi pendidikan ilmu pengetahuan sosial harus mencover satu kesatuan unsur kognitif, afektif, dan keterampilan (Sumantri, 2001: 182).                            
Selain itu, pemikiran yang melandasi pentingnya pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora bagi penyadaran nilai dan etika mencakup hal sebagai berikut (Mulyana, 2004 : 191-192).
  1. IPS dan humaniora tidak hanya memiliki kelompok elite ilmuwan tetapi juga melibatkan masyarakat luas sebagai pendukung, bahkan pengguna. Oleh karena itu, IPS dan humaniora seharusya memberikan kontribusi penting bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat, terutama bagi mereka yang belajar mata pelajaran kelompok ilmu pengetahuan sosial tersebut.
  2. IPS dan humaniora memberikan sumbangan penting pengembangan kepribadian manusia. Oleh karenanya, pembentukan sikap dan nilai tidak hanya cukup dengan memperoleh pengetahuan yang bersifat konseptual. Pembelajaran pada dua disiplin ilmu ini harus diarahkan pada perolehan sikap ilmiah dan sikap kritis, serta kemampuan untuk membangun hubungan antar manusia, alam, Tuhan secara sehat dan harmonis
  3. Pembelajaran IPS dan humaniora harus mengetengahkan kebebasan mengungkapkan gagasan. Upaya ke arah itu dapat dikembangkan melalui sejumlah pendekatan yang konstruktif dalam rangka membimbing peserta didik agar bekerja secara aktif, kreatif, dan inovatif. Dengan demikian, pembelajaran mampu mengembangkan kecerdasan-kecerdasan emosional peserta didik dalam menjalin hubungan interpersonal, kepedulian terhadap orang lain, dan penghargaan terhadap segala bentuk kehidupan.

Melalui pembelajaran IPS dan humaniora yang terintegrasi dengan nilai, etika dan moral, peserta didik diharapkan mampu mengaplikasikan konsep dan prinsip ilmu-ilmu tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Internalisasi nilai-nilai imtaq dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sebenarnya memiliki landasan hukum yang kuat. Idiologi negara, undang-undang dan GBHN merupakan batasan yuridis yang mengandung banyak pesan-pesan nilai. Karena itu, Pendidikan nilai memiliki posisi yang cukup strategis dalam pendidikan nasional.
           Walaupun Indonesia bukan negara agama, namun Indonesia adalah bangsa yang beragama. Setiap pribadi bangsa memiliki keyakinan bahwa nilai ketuhanan adalah nilai tertinggi. Perwujudan atas nilai yang dianut dicerminkan dalam beragam bentuk ritualitas peribadatan yang dilakukan oleh setiap komunitas beragama.
Adanya perbedaan yang dianut bangsa Indonesia menuntut kehati-hatian dalam menafsirkan istilah iman dan taqwa. Iman dan taqwa yang digunakan sebagai indikator keyakinan beragama dalam Pancasila, UUD ’45, GBHN 1993, dan UUSPN 2003 menunjukan makna tunggal ika, sedangkan pemberian isi yang berbeda pada kedua istilah itu berarti bhineka. Dengan kata lain, secara literal terminologi iman dan taqwa berlaku umum pada semua agama. Pada pemaknaan seperti ini, penulis hendak menempatkan posisi iman dan taqwa sebagai landasan agama yang dilihat dalam perspektif pandangan Islam (Mulyana, 2004: 153).
Sebagai cara hidup, Islam mengajarkan berbagai aspek kehidupan kepada manusia agar hidup selamat di dunia dan di akhirat. Pemeliharan dan pengembangan aspek-aspek kehidupan itu ditempuh melalui proses pendidikan disekolah, keluarga dan masyarakat. Pembelajaran nilai agama memiliki landasan landasan yang mendasar dalam Islam. Bahkan pendidikan nilai dalam perspektif Islam mencakup semua dimensi ajaran Islam yang mengandung pesan nilai kebaikan dan kebenaran yang diperlukan oleh manusia. Sementara itu, Konferensi Islam Pertama di Mekkah (1977) tentang pendidikan merekomendasikan bahwa pendidikan harus mencakup yaitu : “…..education should aim at the balanced growth of the total personality of man through the training of man’s spirit, intellect, the rational self, feelings and bodily senses” (Musjtari, 2005: 1). Pendidikan bertujuan meningkatkan keseimbangan pertumbuhan kepribadian secara total yaitu inteletual, perasaan, rasional diri. 
Selain itu, landasan religi yang menempatkan pentingnya nilai-nilai imtaq dalam Islam dapat dilihat dari hakikat fitrah sebagai potensi dasar yang positif. Fitrah adalah kekuatan inti pencerahan batin manusia. Namun, karena pada diri manusia terdapat fakultas akal, nafsu dan hati yang saling mengalahkan, maka potensi dasar ini bisa saja tidak berkembang. Maka dengan demikian, dalam konteks ini kehadiran nilai-nilai imtaq menjadi sangat penting dalam dinamikan pendidikan nasional yang semakin hari-semakin meninggalkan nilai dan fitrah dasar kemanusiaan (Mulyasa, 2004 : 155).
Secara normatif filosofis perintah menuntut ilmu digambarkan dalam pandangan Islam dengan jelas dinyatakan dalam Alquran. Iqra yang berarti “bacalah” merupakan suatu kata yang memberikan isyarat bagi manusia akan pentingya pendidikan, betapa mencari ilmu merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap umat Islam (Abdullah, 2004 : 123). Islam menjamin kebahagiaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu. Secara normatif Islam mengajarkan kepedulian pada pendidikan, sebab dengan pendidikan seseorang bisa mengenal Tuhanya lebih baik.
Dalam konsep aplikasi dan fungsional pendidikan nilai adalah pemberi warna hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Pendidikan nilai merupakan pendidikan generasi artinya bila pendidikan baik maka akan menciptakan generasi yang baik namun sebaliknya bila pendidikan salah mendidik maka akan melahirkan mental yang buruk dan tidak berprikemanusiaan. Pendidikan nilai adalah pendidikan peradaban, artinya masa depan peradaban tergantung dari konstuksi bangunan pendidikan yang diberikan pada masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, secara filosofis ajaran Islam menetapkan pendidikan sebagai salah satu kegiatan manusia yang wajib hukumnya bagi para pria dan wanita dan berlangsung seumur hidup atau long life education (Malik, 1998: 57). Ajaran long life education dalam dunia pendidikan sangat relevan  dengan prinsip-prinsip dasar pendidikan yang diajarkan Hadist yaitu di antaranya adalah اْْطلب العلم ولوبالصين. Artinya “tuntutlah ilmu sampai pada liang lahat “. Kedudukan Hadis tersebut secara tidak langsung telah menempatkan pendidikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan hajad sosial manusia (Hasbullah, 2005 : 64).
Linear dengan hal tersebut maka, Dewey berpendapat bahwa pendidikan adalah merupakan sebagai salah satu kebutuhan hidup, salah satu fungsi sosial, sebagai bimbingan hidup dan sebagai sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membuka serta membentuk disiplin hidup. Pendidikan mengandung misi keseluruhan aspek kehidupan kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan demikian maka, fungsi pendidikan tersebut dapat dicapai lewat pendidikan formal maupun, informal maupun non-formal (Malik, 1998: 54).
Dalam pembelajaran nilai melalui disiplin ilmu pengetahuan sosial khususnya dalam mata pelajaran ekonomi, terdapat sejumlah nilai yang esensial yang dapat dikembangkan seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1
 Nilai imtaq secara Komprehensif

Nilai Imtaq Secara Komprehensif
Tujuan Kuriklum
Persamaan
Untuk menanamkan rasa persamaan segala bentuk aktifitas
Keadilan
Untuk mengembangkan nilai-nilai keadilan dalam kegiatan sosial (ekonomi dan bisnis)
Kejujuran
Untuk menanamkan rasa kejujuran dan transparansi dalam segala sikap sosial (sosial attitude) 
Amanah
Untuk mengembangkan rasa percaya pada diri, komunitas sosial dan kepada Tuhan
Fathonah
Mengebangkan sikap intelegensi, cerdas, kritis dan rasional-ilmiah
Tabligh
Mengembangkan keterampilan  komunikasi, dialog, dan menyampaikan tanggung jawab pada orang lain  
Tanggung jawab
Untuk mengembangkan dan mempunyai sikap bertanggung jawab pada diri dan komunitas sosial
Efisiensi
Guna meningkatkan kemampuan dan sikap efisiensi terhadap produksi dan konsumsi barang dan jasa 
( Mulyasa ,  2004 : 193).


c. Metode Penelitian
Fokus penelitian ini adalah aktifitas guru serta tenaga kependidikan lainnya dalam menanamkan nilai-nilai imtaq pada proses pembelajaran. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif naturalistik. Pendekatan ini memandang kenyataan sebagai suatu yang berdimensi jamak, utuh atau merupakan kesatuan dan openended (Sudjana, 1983: 7). Penelitian ini pada hakikatnya ia mengamati perilaku orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsir mereka tentang dunia sekitar (Nasution, 1988: 5). Melalui pendekatan kualitatif diharapkan dapat diperoleh pemahaman dan penafsiran mengenai makna dari kenyataan atau fakta yang relevan yaitu dengan melakukan wawanca mendalam, observasi dan dokumentasi. Dari ketiga alat pengumpulan data tersebut diharapkan dapat memperoleh data yang valid. Pendekatan ini digunakan karena masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu memperoleh pemahaman yang mendalam tentang penanaman nilai-nilai imtaq dalam pembelajaran ekonomi. Dengan kata lain untuk memahami respon dan cara atau starategi guru dan segala perilakunya yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai imtaq dalam pembelajaran ekonomi. Dengan demikian perlu pengamatan secara mendalam melalui kehadiran peneliti dalam setting penelitian. Keterlibatan peneliti selama proses pembelajaran ekonomi merupakan tuntutan agar dapat memahami terintegrasinya nilai-nilai imtaq dalam pembelajaran ekonomi.
Selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian yang lebih mendalam dilakukan dengan wawancara dan observasi situasi sosial siswa dan guru di sekolah, selain pengamatan di dalam kelas, pencarian informasi lain dilakukan untuk keperluan cek silang data (cross check) dengan kepala sekolah, maupun guru-guru mata pelajaran yang lain. Di lapangan peneliti melakukan pendekatan secara formal dengan subjek penelitian, di samping peneliti melakukan observasi partisipan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun dengan sarana pendukung lainnya dengan menggunakan pedoman wawancara dan berbagai persiapan yang telah dilakukan. Pedoman wawancara tersebut dibuat semata-mata untuk kelancaran proses peneletian.       
Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data deskripitif yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk uraian, berupa catatan lapangan (field notes) kecermatan dan kelengkapan catatan lapangan merupakan keberhasilan dalam penelitian naturalistik. Dengan demikian, untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pananaman atau pengintegrasian nilai-nilai imtaq dalam pembelajaran ekonomi, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, partisipasi dan wawancara secara mendalam (depth interview) informan kunci serta dilengkapi dengan teknik dokumentasi. Dalam penelitian ini teknik observasi, wawancara dan dokumentasi dapat dijadikan sebagai alat pengumpulan data penelitian.
Sementara itu, keabsahan data dilakukan untuk memenuhi kriteria kesahihan (validitas) dan keandalan (reabilitas) data yang dikumpulkan. Dalam analisis data perlu memperhatikan derajat keabsahan atau kepercayaan data. Kriteria tersebut berfungsi sebagai : pertama, melaksanakan inquiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan dipertanggung jawabkan; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti (Moleong, 2002: 173). Objektivitas penelitian dinilai dari validitas dan realibilitas dibuktikan dengan dimilikinya kredibilitas temuan beserta interpretasinya, yaitu menggunakan pendekatan emik hal ini dicapai dengan jalan mengusahakan agar temuan dan interpretasinya sesuai dengan hal yang sebenarnya dan mengusahakan agar temuan peneletian disetujui subjek peneletian.  Kedalaman hasil penelitian bisa ditempuh dengan teknik trianggulasi data dan kedalam observasi.
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai data pembanding terhadap data yang ada. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain (Moleong, 2002: 178). Trianggulasi suber data yakni mengumpulkan informasi yang diperoleh dari informan kunci untuk keperluan pengecekan data kembali. Dalam hal ini peneliti melihat sejauh mana kompetensi guru sebagai pelaksana operasional lapangan dalam proses balajar mengajar.
:A. Kesimpulan dan Hasil Penelitian
            Berdasarkan pemaparan hasil penelitian tersebut di atas maka dapat disimpulkan beberapa point-point penting yaitu :
1.      Guru belum memahami secara holistik atau komprehensive tentang nilai-nilai imtaq, mengingat cakupan kajian nilai-nilai imtaq yang sangat luas dan juga disebabkan oleh berbagai kendala yang dihadapi guru seperti minimnya buku-buku imtaq, workshop atau pelatihan yang berkenaan dengan program penanaman nilai imtaq.
2.      Pada pra-pembelajaran guru melakukan review kembali berbagai materi pelajaran yang dianggap belum dikuasai sepenuhnya oleh para siswa termasuk masalah nilai imtaq.
3.      Integrasi nilai imtaq dalam pembelajaran ekonomi tidak dilakukan secara terencana dan sistimatis. Integrasi tidak dilakukan dengan metode by design atau dengan kata lain belum dirumuskan secara spesifik dan konkrit dalam pedoman mengajar atau pada satuan pelajaran. Sementara itu konsep integrasi telah menjadi bagian dalam proses belajar mengajar ekonomi.
4.      Proses penanaman dan pengintegrasian nilai imtaq dilakukan tidak secara terprogram dan tetapi dilakukan dengan cara spontan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sejumlah nilai yang tersebut di atas tidak dicantumkan dalam satuan pelajaran, namun diimplementasikan ketika sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar. Sementara faktor pengintegrasian materi-materi imtaq tidak sepenuhnya dilakukan tetapi hanya sebatas yang dipahami dan dimengerti oleh guru yang bersangkutan. Walau demikian penanaman dan pengintegrasian nilai-nilai imtaq belum sepenuhnya diimplemtasikan baik dalam pencantuman silabi maupun dalam kegiatan belajar mengajar
5.      Dalam meningkatkan kompetensi pengetahuan yang seimbang antara IPTEK dan IMTAQ sekolah telah memprogramkan berbagai kegiatan diantaranya adalah kajian berbagai persoalan agama pada sore hari misalnya yang berkaitan dengan masalah hukum agama yang berkaitan dengan ekonomi dan bagi para siswi sekolah telah mewajibkan untuk mengenakan jilbab, sementara pada hari Jumat siswa diwajibkan membawa Al-Quran untuk Yasinan bersama pada jam pertamam yang dipimpin oleh guru bidang studi masing-masing, majlis taklim, ramadhon berjamaah, infaq dan karya ilmiah tentang esai-esai kegamaan.
6.      Untuk menyiasati dan menyelesaikan berbagai kendala dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha mempelajari dan menggali berbagai sumber seperti berdiskusi dengan guru lain dalam forum MGMP, majalah, koran, buku agama, mengikuti pengajian, mendengarkan berita dari berbagai media elektronik dan cetak. Sementara itu, beberapa kegiatan dan penataran nilai imtaq diikuti yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan propinsi guna memahami dan mengetahui bagaimana pengintegrasian dan penanaman nilai imtaq dalam pelajaran ekonomi. Di samping itu pula, ketrampilan dalam memilih dan menggabungkan metode yang tepat seperti diskusi, tanya jawab, pemberian tugas dan belajar kelompok guna memecahkan masalah secara mandiri****








DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim. (2002). Ekonomi mikro Islami. Jakarta : IIT Indonesia.
Amin Abdullah. (2004). Integrasi sains Islam. Yogyakarta : Suka Press.
Anto Hendri. (2003). Pengantar ekonomi makro islami. Yogyakarta : Ekonesia.
Abdurrahman Mas’ud (2003). Menggagas format pendidikan nondikotomik. Yogyakarta : Gama Mmedia.
Dawam Rahardjo (1990). Etika ekonomi dan manajemen. Yogayakatya : Tiara Wacana.
Faradi, F. R. (1993).  Aspect of islamic economics and the economy Indian Muslim. New Delhi. Nizamuddin West.
Fraenkel , J. R. (1977). How to teach about values : An analytic approach. New Jersey : Engleewood Cliff.
Heri Sudarsono. (2003). Konsep ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekonesia.
Hasan Langgulung. (2000). Asas-asas pendidikan Islam. Jakarta : Alhusna Zikra.
Malik Fadjar. (1999). Reorentasi pendidikan islam. Jakarta: Fajar Dunia.
Marthon, S. S. (2004). Ekonomi Islam di tengah krisis ekonomi global. Jakarta : Zikrul Hakim.
Sukidi (2005) Spiritualisasi pendidikan, menuju pendidikan budi pekerti. (Di ambil pada tanggal 19 Mei2005 dari Http://nurani-kmt.tripot.com/artikel.htm).
Umar Capra. (2001). Masa depan ilmu ekonomi. Gema Insani.
Yusuf Qardawi. (1997). Peran nilai dan moral dalam ekonomi Islam, Jakarta : Robani Press.
Wan Mohd, N.W.D. (1998). Filsafat dan praktek pendidikan Islam Syed M Naqub Al-Attas. Bandung : Mizan Media.

0 komentar:

Posting Komentar