Minggu, 16 Maret 2014

KONSEP KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL



PENDAHULUAN

            Dalam sebuah ilustrasi, ada satu rombongan turis yang mengunjungi sebuah desa wisata yang sangat indah dengan peninggalan masa lalunya yang mengagumkan. Setelah rombongan turis ini sampai ke desa, mereka melihat seorang kakek, dan bertanya kepadanya “apakah ada orang di desa ini yang melahirkan seorang pemimpin hebat”? kakek itu menjawab “yang saya ketahui ibu-ibu di desa ini hanya melahirkan seorang bayi, saya belum pernah mendengar atau melihat ibu-ibu yang melahirkan seorang pemimpin di desa ini”. Lebih lanjut kakek itu mengatakan bahwa pemimpin hebat itu bukan dilahirkan tapi dibesarkan oleh lingkungan dan masyarakatnya dimana dia dilahirkan. Lihat saja Nabi Muhammad SAW, menjadi pemimpin terbesar karena beliau mampu memaknai setiap kejadian yang ada di masyarakatnya. Pemimpin itu dibentuk dan diproses secara utuh oleh masyarakatnya.
            Pertanyaan kita berikutnya adalah sejak kapankah manusia membutuhkan seorang pemimpin? Tidak ada yang ketahui persis, tapi menurut konsep kepemimpinan dalam Islam, manusia membutuhkan pemimpin semenjak adanya kehidupan umat manusia itu sendiri; setiap orang adalah pemimpin, pemimpin bagi dirinya sendiri, pemimpin bagi keluarganya, pemimpin bagi masyarakatnya, pemimpin bagi bangsanya, dan bahkan pemimpin bagi seluruh umat manusia. Rasulullah mencontohkan minimal enam hal sebagai pedoman bagi seorang pemimpin, yaitu: 1) berlaku adil pada semua orang tanpa kecuali; 2) memimpin dengan sentuhan rasa “cinta”, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan kepada siapapun; 3) pemimpin yang selalu berkata benar; 4) pemimpin yang selalu menjunjung tinggi amanah; 5) pemimpin yang memiliki kecerdasan (fathanah: intelektual, emosional, dan spiritual); dan 6) selalu bersikap transparan (tabliqh).
            Dalam bukunya The Effective Leader Rupert Eales-White (2003) mengatakan bahwa pemimpin (leader) dan teori kepemimpinan (leadership) sebenarnya meminjam dari istilah biologi, yaitu head (kepala). Manusia takkan bisa hidup tanpa kepala. Karena di kepala semua sistem dan struktur hidup manusia terdapat. Mulai dari sistem otak, mata, telinga, mulut dan sistem saraf lainnya. Itulah mengapa perlu ada seorang pemimpin. Pemimpin adalah garda depan sebuah sistem perjalanan dan kehidupan bagi sistem-sistem lain yang sangat terkait erat dengannya. Bagian dikepalalah yang memandu organ tubuh yang lain. Buku ini menggambarkan ada tiga relasi antara seorang pemimpin dan bawahannya, yaitu: 1) antara pemimpin dan bawahan bekerja bersama untuk sebuah tujuan yang bertumpu pada mekanisme kerja yang saling menguntungkan . 2) pemimpin yang mengedepankan pola-pola delegatif, bottom-up, instrospektif, dan dialogis. 3) pemimpin yang selalu membimbing, melatih, dan mendukung bawahan untuk bersikap kreatif atau maju.
            Penelitian di Universitas Harvard menyebutkan, sukses-tidaknya suatu lingkungan kerja, 85% ditentukan oleh sikap pimpinannya. Bila sikap pempinannya sangat feodalistik, birokratis, dan otoriter, dipastikan akan melahirkan perusahaan/lembaga yang keropos dan hubungan kerja yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, bila sikap pimpinan didasarkan pada kepercayaan, penghargaan dan pengakuan kompetensi, bias diyakini, pimpinan dapat mengarahkan perusahaan atau lembaga menjadi yang terbaik.
            Ada dua gaya kepemimpinan yang biasa diperlihatkan oleh pimpinan. Pertama, gaya kepemimpinan transaksional, yakni kepemimpinan yang didasarkan pada “transaksi” untuk setiap pekerjan yang dihadapi. Pimpinan akan memberi imbalan berupa ganjaran atau hukuman (reward and punishment) atas pelaksanaan dan hasil kerja yang diperintahkan. Kedua, gaya kepemimpinan transformatif, yaitu kepemimpinan yang dinamis dan selalu mengadakan pembaharuan. Pemimpin yang seperti ini akan selalu memotivasi bawahan/staf untuk bekerja guna mencapai sasaran, karena ia sadar perannya sebagai pendorong, fasilitator, dan katalisator. Dalam hal ini, orientasi pempinan bukan memupuk kekuasaan, melainkan memuaskan pelanggan dalam arti seluas-luasnya. Pimpinan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kelangsungan inisiatif dan kreatifitas bawahan, yang akan memicu berkembangnya profesionalisme dalam perusahaan/lembaga yang dipimpinnya.
                Menyimak dua gaya kepemimpinan yang telah dipaparkan di atas, selama ini gaya kepemimpinan transaksional di perusahaan/lembaga mana saja dan di level mana saja sangat dominan ketimbang gaya kepemimpinan transformasional. Berikut ini kami akan memaparkan konsep kepemimpinan transformasional yang sekarang sudah mulai banyak digandrungi oleh perusahaan atau lembaga.

KONSEP KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL


            Pad tahun 1980-an, para peneliti manajemen tertarik pada cara para pemimpin mengubah dan menghidupkan kembali organisasi-organisasi, yaitu mengubah cara-cara dalam banyak hal demi kelangsungan hidup dalam menghadapi persaingan ekonomi yang makin kompetitif di era globalisasi. Kepemimpinan transformasinal menjadi salah satu gaya kepemimpinan yang paling banyak digandrungi oleh perusahaan/lembaga professional sekarang untuk menunjuk kepada proses membangun komitmen terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan pada para pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.
            Konsepsi awal dari kepemimpinan transformasional adalah diformulasikan oleh Burns (1978), dalam penelitian deskriptifnya mengenai pemimpin-pemimpin politik, menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses, yang didalamnya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan ketingkat moralitas (spiritualitas) dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita bersama yang lebih tinggi dan menggunakan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, kemanusiaan, dan bukan nilai-nilai yang didasarkan pada sikap emosional seperti keserakahan, kecemburuan, atau kebencian dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kepemimpinan transformasional yang dapat dipandang baik adalah: 1) pada tingkat makro, sabagai sebuah proses mempengaruhi antara para individu, dalam analisisnya bahwa kepemimpinan transformasional menyangkut tentang bagaimana membentuk, mengekspresikan, dan menengahi konflik di antara kelompok-kelompok orang sebagai tambahan terhadap memotivasi orang lain; 2) pada tingkat mikro, sebagai sebuah proses dalam memobilisasi kekuatan yang ada untuk mengubah sistem social dan memperbaiki organisasi/lembaga.
            Berangkat dari studi yang dilakukan oleh Burns. Bass (1985) mengusulkan teori baru tentang kepemimpinan transformasional, bahwa keberadaan pemimpin transformasional diukur, utamanya dalam istilah-istilah pengaruh pemimpin pada pengikut. Pengikut dari pemimpin transformasional merasa percaya, loyal dan hormat kepada pemimpin dan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih banyak dari yang diharapkan. Pemimpin transformasional, memotivasi pengikutnya melalui beberpapa hal berikut: membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas, mengajak mereka untuk memusatkan minat pada organisasi, serta mengaktifkan kebutuhan mereka pada tingkat yang lebih tinggi.
            Pada kesempatan yang lain Bass dan Aviolo (1990) membagi empat komponen kepemimpinan transformasional, yaitu:
-          Kharismatik, yaitu sebuah proses padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menunjukkan emosi yang matang. Kematangan emosi ini diidentifikasi oleh pengikutnya sendiri.
-          Stimulasi intelektual (intellectual stimulation), yaitu sebuah proses yang padanya para pemimpin meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah yang dihadapi dengan memperkenalkan sebuah perspektif baru sebagai problem solvingnya.
-          Pertimbangan individu, yaitu memberi dukungan, membesarkan hati, dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada para pengikutnya.
-          Inspirasi dan motivasi, yaitu sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan symbol-simbol yang untuk menfokuskan usaha-usaha bawahannya, dan meneladani prilaku-prilaku positif dan sesuai.

Dalam kesempatan yang lebih actual, Anderson (1998), menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan kepemimpinan transformasional sebagai berikut:
1.      Tentang perilaku kepemimpinan transformasional adalah menyangkut visi, perencanaan, komunikasi, dan tindakan kreatif yang memiliki efek positif pada sekelompok orang dalam sebuah susunan nilai dan keyakinan yang jelas, untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan jelas dan dapat diukur.
2.      Beragam keterampilan yang dibutuhkan dalam perilaku kepemimpinan transformasional, yaitu:
-                      Keterampilan personal
-                      Komunikasi interpersonal
-                      Pembimbingan dan manajemen masalah
-                      Menggagas untuk pengembangan organisasi
-                      Luwes, dan sopan dalam menjelaskan sesuatu.
3.      Langkah-langkah dalam perilaku kepemimpinan transformasional, adalah:
-                      memperkirakan
-                      merencanakan
-                      mengelompokkan
-                      memotivasi
-                      mengevaluasi dan
-                      mengkaji ulang
4.      Peran dan fungsi kepemimpinan transformasional adalah:
-                      Sebagai komunikator, yakni mengkomunikasikan impian bersama, mengkomunikasikan dengan penuh perhatian, dan memahami orang lain dengan akurat.
-                      Sebagai konselor, yakni membantu orang lain mengatasi masalah, memotivasi orang lain untuk bertindak, membantu orang lain membuat tujuan yang dapat dicapai, dan membantu orang lain mengekspos dan mengevaluasi.
-                      Sebagai konsultan, yakni bertindak sebagai mediator masyarakat organisasi, melaksanakan proses konsultasi dengan serius, dan membentuk nilai dan budaya bersama.

TIP MENGKRITIK ATASAN DALAM PERSPEKTIF TRANSFORMASIONAL

            Salah satu upaya membentuk paradigma baru dalam sebuah pola kepemimpinan adalah dengan membangun hubungan kerja atasan-bawahan melalui komunikasi yang baik dan kritik yang efektif. Komunikasi menyangkut interaksi dua arah untuk saling mengisi kelemahan dan kelebihan masing-masing, sedangkan kritik harus diartikan sebagai harapan terjadinya perubahan menuju perbaikan. Kritik menjadi masukan yang positif, dan tidak ditafsirkan sebagai tantangan atau rongrongan terhadap kewibawaan. Jadi, bobot kebutuhan kritik sama saja dengan kebutuhan komunikasi. Dan itu tidak harus selalu datang dari atasan. Bawahan pun berhak mengkritik atasan. Yang terpenting, kritik akhirnya dapat berdampak memotivasi atasan untuk bekerja dan memberikan  pelayanan lebih baik.
            Tip mengkritik atasan agar efektif dan memberi dampak positif adalah sebagai berikut: pertama, pahami dan pelajari gaya kepemimpinan atasan anda, ia tipe kepemimpinan traksaksional atau transformasional, dengan mengenali sikap dan gayanya, anda akan lebih mudah masuk membuka komunikasi dan sekaligus menempatkan diri; kedua, datanglah sebagai bawahan yang peduli dan ingin membantu atasan. Tunjukkan perhatian anda dengan memberikan sikap simpatik terhadap apa yang dirasakan pimpinan, khususnya ambisinya mencetak sukses; ketiga, carilah waktu dan kondisi yang tepat ketika anda mengkritik. Jangan sekali-kali mengkritik atasan di depan karyawan lain. Juga, jangan mengkritik saat sang pimpinan dalam keadaan tertekan karena sedang menghadapi persoalan. Kritik semacam itu selain tidak efektif, malah bias menjadi bumerang, berbalik menjadi kemarahan yang tidak ada ujung-pangkalnya; keempat, hindari kritik tanpa argumentasi yang jelas. Kritik semacam ini hanya akan membuat anda terperosok ke dalam lubang yang anda buat sendiri. Kritik tanpa penjelasan sama saja dengan upaya memaksakan kehendak; kelima, setelah mengkritik, tunjukkan peluang keuntungan yang bias dipetik dari saran atau rekomendasi tersebut. Namun jangan sampai ada kesan menggurui; terakhir, tunjukkan kritik yang spesifik. Artinya, berikan catatan-catatan yang lugas, jelas, dan menuju sasaran. Kritik yang sifatnya umum dan samar-samar justru akan menambah bingung pimpinan. Ingat, bagaimanapun isi saran dan kritik anda akan mempengaruhi tingkat kredibilitas anda di mata pempinan.









KESIMPULAN

            Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dinamis dan selalu mengadakan pembaruan dalam organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan bersama yang diharapkan. Pimpinan seperti ini akan selalu memotivasi karyawan/bawahannya untuk bekerja guna mencapai sasaran, karena ia sadar perannya sebagai pendorong, fasilitator dan katalisator. Dalam hal ini, orientasi pimpinan bukan memupuk kekuasaan, melainkan memuaskan pelanggan dalam arti seluas-luasnya. Pimpinan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kelangsungan inisiatif dan kreatifitas bawahan, yang akan memicu berkembangnya profesionalisme.
            Kepemimpinan transformasional tidak menempatkan bawahan sebagai objek semata yang bias digiring kekiri-kekanan. Melainkan menempatkan bawahan untuk berperan aktif mengubah paradigma lama tentang interaksi bawahan-atasan. Paradigma lama manajemen otokratis, birokratis dan statis harus diganti dengan budaya melayani yang dinamis, inovatif dan responsive terhadap perubahan-perubahan yang berjalan semakin cepat.


REFERENSI

Garry A. Yulk. (1985). Kepemimpinan dalam organisasi. Jakarta: Prenhallindo
Usman, Husaini. (2004). Manajemen pendidikan. Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Kartono. (1998). Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada
Eales-White, Rupert (2004). The effective leader (seri terjemahan). Yogyakarta: Diva Press
Dikutip dari internet. (2005). Kepemimpinan melayani. 
           

0 komentar:

Posting Komentar